ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
06 Januari 2016, 09:01

Ketika ITS Membaca Perubahan Iklim

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Isu perubahan iklim pada hakikatnya mencakup kehidupan sejagad. Beragam media acap kali menginformasikan terjadinya perubahan iklim di seluruh dunia. "Indikatornya bisa dilihat dari naiknya kadar karbon di udara," jelas Dr Amien Widodo MS, Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS.

Naiknya kadar karbon tersebut disebabkan oleh berbagai hal. Mulai dari banyaknya kemunculan industri baru, penggunaan bahan bakar fosil berlebih, hingga deforestasi yang belakangan kerap terjadi di Indonesia. "Otomatis karena penggunaannya yang masif, emisi karbon yang dihasilkan makin besar," papar Amien, sapaan akrabnya ketika diwawancarai khusus oleh ITS Online, Jumat (31/12).

Naiknya emisi karbon dan suhu sebesar dua derajat, tambah Amien, jangan dianggap sepele. Meskipun perubahan iklim dengan kenaikan suhu permanen butuh waktu 30 tahun, namun menurut Amien yang merupakan pakar Geologi ini, kita harus tanggap dengan isu tersebut.

Dua derajat bisa menyebabkan kutub mencair, meningkatnya tinggi permukaan air laut, dan penguapan air laut yang berlebih. Penguapan tersebut nantinya dapat mengakibatkan terjadinya proses bleaching (pemutihan, red) yang dapat memusnahkan karang laut. "Padahal karang laut kan habitat bagi biota laut lainnya. Otomatis mereka akan pergi mencari tempat baru lagi, kita makan apa?" tanyanya retoris.

Kampanye Global Perubahan Iklim
Amien yang merupakan dosen Jurusan Teknik Geofisika ITS ini pun bercerita bahwa Indonesia sering dikambinghitamkan atas berbagai peristiwa perusakan lingkungan. Kita sering disalahkan karena memiliki hutan hujan luas namun sering terjadi penebangan liar dan pembakaran hutan. Padahal, negara-negara maju juga tak luput dari sumbangan karbon industri mereka. "Mereka punya andil menyumbangkan karbon lewat polusi industri," ungkap pria asal Yogyakarta ini.

Perubahan iklim ini pun diakui Amien merupakan masalah bersama. Karenanya, bukan hanya tanggung jawab ITS dan Indonesia saja, melainkan harus ada kampanye global terkait hal tersebut. Seperti pada 2015 Paris Climate Conference (COP21) yang dihadiri  Presiden Joko Widodo, Desember lalu, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebanyak 29 persen. "Ini demi mencapai tujuan bersama, yakni menghentikan suhu pemanasan bumi agar tidak melebihi dua derajat celsius," tukasnya. (owi/mis)

Berita Terkait