ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
03 November 2015, 22:11

Smart City Versi Risma Untuk Surabaya

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Aspek pertama yang disoroti Risma berada di bidang pertanian. Menurutnya, urban farming yang dikelola dengan baik dapat mengurangi tingkat inflasi. Hal ini tak terlepas dari angka inflasi tertinggi di Kota Surabaya yang merupakan sayur-mayur. Karenanya, ia pun mengorientasikan warganya guna menanam sayur-mayur untuk konsumsi sendiri.

”Mulai dari daun pisang, kubis, terong, cabe, dan lain sebagainya. Bahkan, di beberapa kampung ada yang over supply dan akhirnya diambil oleh tempat-tempat seperti ini (hotel, red),” ungkapnya. Hingga perlu diketahui, imbuh Risma, Surabaya Barat adalah supplier cabe terbesar di Tangerang dan ditanam di tanah milik pemerintah kota (pemkot). Sehingga, pemkot pun dikatakan Risma harus terus memantau dan melihat perkembangannya.
Selain itu, ia rupanya juga memberdayakan warga untuk bisa menjadi petani garam. Tidak sekedar bertani, ia mengaku juga memberikan insentif terus kepada mereka. Seperti memberikan multimedia broadband center untuk media pembelajaran teknologi. Risma berupaya untuk terus mendukung kegiatan-kegiatan mereka agar lebih produktif. Bahkan, ketika harga dan permintaan sedang melonjak, mereka semua (petani, red) berbondong-bondong membeli motor, sawah, dan lain sebagainya. ”Keuntungan mereka sangat banyak, itu yang kami upayakan,” lontar Risma.
Di sektor budidaya perairan pun, Risma menjelaskan, sebagai ikan khas Surabaya, Tripang menjadi primadona di negara-negara lain. Saat ini pun sudah ada dua negara yang berminat sebagai tujuan ekspor tripang. ”Tak hanya laki-lakinya saja, perempuannya pun kita berdayakan untuk kegiatan pasca-panennya,” ujarnya.
Pengelolaan sampah di Surabaya pun begitu jeli diperhatikan oleh alumnus Arsitektur ITS ini. Ia menuturkan sebelum masuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah-sampah akan dikelola terlebih dahulu di tempat bernama ruang kompos. Kemudian baru diolah menjadi pupuk kompos yang digunakan untuk merawat dan menjaga keberlangsungan taman. ”Karena kalau memakai pupuk kimia mahal sekali. Itulah kenapa saat kemarau begini taman tetap hijau. Kuncinya adalah kompos,” jelasnya.
Selama masa kepemimpinannya, Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Surabaya yang semula hanya berada di kisaran 9,7 persen disulap menjadi 20,72 persen. Pertambahan RTH tersebut pun diakui Risma merupakan pertambahan lahan milik pemkot sendiri. ”Daripada dikuasi investor, lebih baik saya manfaatkan,” ujarnya.
Sehingga, bagi risma, Kota Pintar tidak sebatas bagaimana kota itu maju dengan segala arus globalisasi yang ada. Melainkan kota yang dapat menyelaraskan manusia dan alam. ”Tak lama lagi Kota Surabaya akan segera memiliki taman terluas di dunia yakni seluas 65 hektare yang berlokasi di eks. TPA Keputih,” ucapnya bangga. (owi/man)

Berita Terkait