Menurutnya, kerancuan ini menjadi human error yang kerap kali terjadi sehingga dibutuhkan proses perhitungan suara seperti Electronic Vote (E-Vote) demi meminimalisirnya. Hal itu dibuktikannya ketika terjadi kerancuan pada Pemilu Ketua BEM FTI sehingga dirasa diperlukan penggunaan E-Vote demi mendapatkan hasil yang dapat diterima publik.
Mahasiswa yang akrab disapa Affan ini mengatakan tidak bisa menjalankan legitimasi pemilihan dengan minimnya tingkat keabsahan hasil Pemilu. Dengan perhitungan kertas suara yang tidak sesuai dengan jumlah tanda tangan, walaupun selisihnya tiga suara, tetap harus dilakukan pengajian menyoal hal ini. ”Kita tidak ingin pemimpin terpilih lahir dari kecacatan proses suksesi," pungkas mahasiswa Jurusan Teknik Kimia ini.
Mahasiswa angkatan 2012 ini juga mengatakan masa bakti ketua terpilih yang relatif lama juga menjadikan pemilu di berbagai ormawa memiliki nilai kesakralan tertentu. ”Kerawanan perpecahan organisasi akibat hasil Pemilu yang tidak sensitif pun digadang-gadang akan berakibat fatal bila tidak ditangani secara serius,” akunya.
Ia juga menceritakan bahwa kronologi kejadian ini berawal ketika diketahui kertas suara yang ada tidak mencapai target keabsahannya, yaitu 80 persen plus satu. Namun, jumlah tanda tangan pemilih mencapai target, yakni lebih dari 801 orang dari 1000 mahasiswa dalam satu fakultas. Alhasil, pihaknya pun mengupayakan adanya kongres untuk merevisi undang-undang (UU) mengenai keabsahan. "Sampai kongres berakhir pun tidak ditemui pelanggaran para calon, hanya rancu pada kertas suara. Sehingga direvisilah UU mengenai total keabsahan menjadi 70 persen," paparnya.
Pun demikian, lantaran belum diperolehnya hasil yang real, maka kongres tersebut akhirnya memutuskan untuk mengulang proses perhitungan suara, Senin (1/6). "Hanya saja untuk meminimalisir kesalahan human error seperti ini, metode E-Vote diharapkan dapat dipertimbangankan di masa depan. Apalagi beberapa organisasi di ITS juga telah melakukan hal serupa," ungkap Affan kepada ITS Online.
Pemilu Ideal
Seperti diketahui, faktor human error dalam sebuah penyelenggaran Pemilu memang tidak dapat dihindari. Sekalipun telah merubah sistem manual ke sistem yang lebih canggih, Affan menerangkan human error akan menjadi alasan utama dalam permasalahan kerancuan pada Pemilu. ”Sulit untuk menghilangkan, namun selalu ada cara untuk meminimalisirnya,” paparnya.
Belajar dari permasalahan yang ada, Komisi Pemilihan pun diharapkan mampu memiliki persiapan yang matang. Terlebih kuantitas peserta yang berasal dari sepuluh jurusan dalam satu fakultas memiliki tingkat kompleksitas yang lebih tinggi. "Idealnya pembentukan komisi dilakukan sedini mungkin dengan dasar aturan yang rasional, jelas, dan spesifik. Menimbang periode masa perkuliahan kita tereduksi menjadi 16 minggu," paparnya.
Menurutnya, dalam mencapai peraturan yang rasional, sebelumnya harus diadakan diskusi dan jaring aspirasi. Sama halnya yang disarankan Affan untuk penyelenggaraan pra-kongres. "Bukan penyatuan pikiran saja, diskusi dan jaring aspirasi non formal akan membantu pembentukan pemikiran yang rasional dan spesifik," tukas mahasiswa kelahiran Maret 1995.
Lanjutnya lagi, sebagai Ketua BEM FTI periode 2014-2015 mengingatkan bahwa idealnya mahasiswa haruslah memilih pemimpin yang berorientasi kepada orang banyak. "Ingat kita juga mahasiswa, orientasi kebersamaan, bukan kepentingan secara lebih," lanjut Affan. (riz/man)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,