ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
02 Desember 2014, 22:12

Inginkan Pengakuan Internasional, JTK Gelar ICOSEEN

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Menurut Suntoyo M Eng PhD, Ketua Jurusan Teknik Kelautan, gelaran yang bersifat internasional ini bertujuan untuk mendapatkan pengakuan internasional. Itulah jawaban mengapa dalam ICOSEEN ini juga terdapat pengumpulan paper dari peserta.

Dijelaskan oleh Suntoyo, paper ini nantinya akan dikumpulkan dan diseleksi oleh pihak reviewer. Setelah itu, para penulis akan dipersilahkan untuk memperbaikinya. Terakhir, paper yang lolos akan diajukan untuk dimasukkan ke dalam Elsevier’s Scopus, sebuah database abstrak dan literatur internasional.  
Ia mengungkapkan, setelah terdaftar di Scopus maka secara otomatis paper mereka akan diakui secara internasional. "Untuk itulah kami membuat acara seperti ini. Karena banyak profesor di ITS yang ternyata masih belum terdaftar menjadi peneliti aktif di sini," tegasnya.
Terdapat dua pembicara utama dalam seminar kali ini, Prof Hitoshi Tanaka Dr Eng dan Prof Widi Agoes Pratikto Ph D. Keduanya adalah pakar mitigasi bencana yang telah lama berkecipung di bidang teknik pantai. 
Dengan adanya acara ini, Suntoyo berharap agar para mahasiswa yang hadir bisa mengambil pelajaran dari para pembicara. Pelajaran bahwa tindakan mitigasi bencana itu sangatlah penting. Selain itu, ia juga ingin mahasiswa yang hadir dalam seminar ini bisa meningkatkan rasa percaya diri mereka untuk menulis paper.
Kenalkan CTI-CFF 
Dalam seminar ini, Widi mengenalkan proyek Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) kepada para peserta. Hal ini dilakukan untuk menjalin kerjasama yang baik antar para peneliti, mahasiswa dan pihak CTI-CFF itu sendiri.
CTI-CFF adalah sebuah kerjasama multirateral dari enam negara demi kelangsungan hidup manusia. Antara lain, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Philipina, Pulau Solomon dan Timor Leste. Enam negara inilah yang selanjutnya disebut sebagai The Coral Triangle (CT). 
Bagi dosen Teknik Kelautan bidang pantai ini, pengembangan CTI-CFF sangatlah penting. Alasannya, wilayah CT telah dikenal sebagai Amazone of the Sea yang berarti memiliki keanekaragaman laut yang melimpah. "Selain itu, laut juga merupakan sumber mata pencaharian dari 364 juta manusia di CT," ungkapnya.
Sayangnya, saat ini habitat dan rute migrasi spesies laut di CT mulai terancam. Padahal, 80 persen pemijahan tuna dunia berada di laut CT. Hal ini pulalah yang membuat Widi gencar melakukan sosialisasi CTI-CFF. 
Untuk itu, Widi sangat berharap nantinya ITS dan Tohoku University ini juga bisa bekerjasama dan lebih dekat dengan sekretariat regional CTI-CFF yang berlokasi di Indonesia. "Ini juga agar kita bisa mendapat pelajaran bagaimana Jepang mengatasi musibah tsunami yang pernah melanda," pungkasnya.
Menanggapi pernyataan Widi, Tanaka pun memaparkan bagaimana Jepang saat itu menghadapi tsunami. Bahkan, Tanaka juga menjelaskan mengenai metode apa saja yang saat ini dilakukan Jepang dalam menghadapi tsunami yang akan datang.  Mulai dari mendeteksi tinggi tsunami yang akan datang, hingga penjelasan mengenai pembangunan kanal. "Di Jepang, kita membangun sebuah kanal untuk mencegah gelombang tsunami," terangnya. (pus/guh)

Berita Terkait