Dwi menjelaskan mengenai seberapa besar kekayaan alam di Indonesia dalam tema Membangun Kemandirian Bangsa Melalui Peningkatan Daya Saing – Optimalisasi Pengolahan Sumber Daya. "Kekayaan alam Indonesia berupa Sumber Daya Alam yang dapat diperbaharui lebih luar biasa jumlahnya," ujar Dwi dalam orasinya.
Ia beranggapan bahwa potensi energi terbarukan yang jika dapat dimanfaatkan secara optimal, maka seluruh energi listrik yang ada di Indonesia bersumber dari energi bersih dan melepas ketergantungan dari sumber energi Bahan Bakar Minyak (BBM). "Namun sayangnya sebanyak 76 persen atau sekitar 320 juta ton diekspor ke luar negeri," tambah Dwi.
Penguasaan kekayaan alam oleh sedikit golongan dan dikuasai oleh asing dalam pengolahan SDA terlalu besar, menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang tidak mandiri. Kebijakan ekonomi yang menurut Dwi kurang tepat, membuat Indonesia terjerat pada quarto deficit. "Empat defisit sekaligus yaitu defisit neraca perdagangan, defisit neraca pembayaran, defisit transaksi berjalan dan defisit anggaran," ujarnya.
"Mandiri tidak harus sendiri-sendiri," tandas Dwi. Pengalamannya memimpin di Semen Indonesia menunjukkan betapa dahsyatnya kekuatan sinergi, dimana satu ditambah satu tidak sama dengan dua, tetapi banyak. "Seberapa banyak? Tergantung kemampuan pimpinan dan seluruh karyawan yang terlibat untuk melipatgandakan potensi sinergi," ujar Dwi.
"Musuh terbesar bangsa Indonesia adalah ketidakyakinan, ketidakpercayaan dan keraguan yang ada di hati kita semua. Padahal kita bisa!," ujar Dwi bersemangat. Menurutnya, semangat kemandirian harus dimulai dari para pemimpin dengan kebijakan dalam pengelolaan negara termasuk pengelolaan kekayaan yang lebih memihak dan mendorong tumbuhnya kemampuan putra-putri bangsa dalam mengelolanya.
Dwi juga menjelaskan mengenai persiapan Indonesia menghadapi ASEAN Economic Community. "Siapkah Indonesia menjadi juara di ASEAN ataukah justru menjadi pecundang di ASEAN?" ujar Dwi. Ia menyayangkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang saat ini masih didominasi dari sektor konsumsi, terlebih setelah terjadinya krisis ekonomi di tahun 2008 dan 2010.
Dalam konteks AEC 2015, Dwi menyarankan Pemerintah Indonesia untuk memetakan sektor usaha yang memiliki daya saing tinggi untuk didorong menjadi perusahaan multinasional. "Syarat mampu menuju go internasional adalah harus mampu menjadi juara di dalam negeri," ungkapnya. Keberhasilan Indonesia menghadapi pasar bebas ASEAN 2015 akan menjadi modal berharga memasuki pasar bebas AFTA 2020. (oti/fin)