"World Solar Challenge ternyata merupakan lomba yang sangat berat. Semangat, emosi dan juga finansial, semuanya bisa terkuras," tutur Dr Muhammad Nur Yuniarto, Dosen Pembimbing Tim Sapu Angin Surya. Pengakuan itu ia tuliskan dalam milis alumni ITS, Selasa (15/10).
Setelah mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan dukungan yang diberikan, Nur pada tulisan tersebut mengucapkan permohonan maaf pencapaian Sapu Angin Surya belum dapat memenuhi target. Meski begitu, ia menuturkan, keseluruhan proses yang dijalani timnya telah memberikan pelajaran fisik dan mental yang luar biasa.
"Tim ITS berangkat ke Australia dengan bondho nekad. Tim hanya berhasil mendapatkan sponsor sebesar 500 juta rupiah ditambah dengan dana pembuatan mobil sebesar Rp 1 Miliar dari pemerintah dan ITS," terangnya. Jumlah itu ia bandingkan dengan tim-tim lain asal Jepang, Eropa dan Amerika Serikat yang menghabiskan dana tidak kurang dari USD 9 Juta ( 102 milyar rupiah, red) untuk berlaga di ajang ini.
Dari modal yang serba minim tersebut, pencapaian Sapu Angin Surya ITS terbilang cukup baik. ITS mampu lolos scrutineering dan ikut serta dalam race. Capain yang sangat baik mengingat tim ITS baru pertama kali menjadi peserta. Cambridge University dengan dana jutaan poundsterling saja gagal dalam tahap ini karena kendala desain. Salah satu tim dari Jepang bahkan tidak diperbolehkan untuk ikut race sama sekali.
Setelah lolos scrutineering, Sapu Angin Surya ITS pun berhasil menunjukkan performa yang baik pada free practice selama tiga hari di sirkuit Hidden Valley Speedway, Darwin, Australia. Mobil mampu mencatatkan waktu rata-rata 2 menit 24 detik untuk menempuh sirkuit sepanjang 2,8 km.
"Di hari ketiga free practice masalah mulai muncul, saat fast lap tiba-tiba knuckle roda depan patah," tutur Nur. Tim hanya memiliki waktu semalam untuk memperbaiki knuckle yang patah tersebut. Namun dengan usaha keras, tepat pukul 06.00 keesokan harinya, mobil sudah selesai diperbaiki dan siap berlaga di babak kualifikasi.
Pada babak kualifikasi, setiap tim diberi kesempatan satu kali untuk warming up lap dan timing lap. Sapu Angin Surya ITS melaju dengan cepat dan stabil hingga melakukan over take mobil-mobil lain yang lebih lambat. "Saat akan overtake mobil surya asal Italia, secara sengaja mereka menutup racing line Sapu Angin Surya ITS, driver pun melakukan pengereman dan mengalihkan jalur," ungkap Nur.
Akhirnya saat timing lap tersebut, tim ITS hanya berhasil mencatatkan waktu 2 menit 26 detik dan berada di posisi 11. Posisi ini masih jauh lebih baik dari Nuon dan Tokai, dua mobil yang akhirnya meraih juara satu dan runner up pada World Solar Challenge tahun ini.
Perjuangan Sapu Angin Surya ITS belum selesai, pada Race Darwin to Adelaide, mobil berada di urutan 11 dari 31 peserta. Setelah berhasil menempuh jarak 146 km di hari pertama, analisa performance monitoring menunjukan sel surya mobil ITS mengalami kerusakan dan hanya dapat membangkitkan daya rata-rata 600 watt. "Berdasarkan desain, harusnya solar sel bisa menghasilkan daya diatas 1 Kilowatt," jelas Nur.
Tim memilih untuk berdiskusi. Tujuannya untuk memutuskan akan tetap melanjutkan lomba atau menyerah. "Tim memilih melanjutkan lomba dengan konsekuensi sebagian menggunakan mobil surya dan sebagian lagi menggunakan trailer," ungkap dosen Jurusan Teknik Mesin ITS ini.
Terancam Serangga Sun Flies
Perjalanan dari Darwin menuju Adelaide sungguh sangat berat dan keras, mobil harus melewati gurun-gurun dengan cuaca sangat ekstrim sampai 42 derajat celsius. Tidak hanya itu, tim harus melakukan camping di pinggir jalan saat malam hari. Di sana tidak ada fasilitas air dan toilet. "Kami melakukan ini selama 3 hari di northern territory, belum lagi mengatasi serangan serangga sun flies yang mengakibatkan kulit bentol bentol gatal dan bernanah," aku bapak tiga anak ini.
Memasuki southern Australia, selepas Allice Spring, cuaca berubah menjadi sangat tidak bersahabat. Suhu dingin sampai di bawah 10 derajat pada saat malam hari. Stamina dan kondisi fisik tim diuji habis-habisan oleh dinginnya gurun di Australia. Cross wind juga berhembus dengan sangat kencang. Sejumlah mobil dan trailer asal Swedia dan Kanada bahkan sampai hancur dan terguling. Beruntung Sapu Angin Surya ITS masih bisa menjalankan mobil tiap hari dengan tenaga matahari.
Pukul 11.00 Sapu Angin Surya ITS memasuki finish line di Adelaide dan secara resmi dinyatakan telah menempuh jarak 784 km dengan tenaga matahari. "Harus disyukuri bahwa ITS berhasil mencapai finish di urutan 21 mengalahkan Cambridge University dan universitas asal Malaysia yang sudah dua kali mengikuti kompetisi ini," pungkasnya. (ald/nir)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung