ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
05 September 2013, 19:09

Perguruan Tinggi, Garda Terakhir Melawan Korupsi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Diskusi diwakili oleh Dr Raja Oloan Saut Gurning ST MSc, Ir Surjo Widodo Adji MSc, dan Sungging Pintowantoro ST MT PhD, Kamis (5/9). Menurut Surjo, perguruan tinggi (PT) memang sudah seharusnya menjadi garda terakhir yang tetap bisa dipercaya oleh masyarakat. Karena pada dasarnya, aktivitas pembelajaran yang dilakukan tidak melihat untung dan rugi dari segi finansial. ”Jika ada yang bermasalah, kasus korupsi misalnya, berarti birokrasinya yang bermasalah,” tegasnya. Untuk itu, ikatan antar PT dan alumni yang bersangkutan harus tetap terjalin demi menjaga kredibilitas sebagai generasi cendekiawan yang bersih dari korupsi.

Terkadang, memang, kondisi birokrasi sendiri sangat rentan terhadap tindak-tindak korupsi. Namun patut dicamkan bahwa tak sedikit akademisi yang tidak ‘memanfaatkan’ kondisi tersebut. ”Yang salah itu oknum yang melakukan, kurangnya moral dan etika yang ia miliki,” tandas Saut. Untuk itu, ia berkeyakinan bahwa akademisi yang sudah melanggar aturan tersebut harusnya dilepas dari jabatannya.

Di ITS sendiri, pengawasan etika akademisi selama ini cukup ketat. Contohnya, saat pengangkatan guru besar. Proses pengangkatan tidak sembarangan. ”Selain dengan modal intelektual yang mumpuni, penilaian yang lebih utama adalah masalah etika," papar dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan itu. Sangat penting bahwa para guru besar ITS bersih dari korupsi.

Selama dua tahun terakhir ITS juga mewajibkan uji keaslian karya tulis, baik dari mahasiswa maupun dosen hingga Gubes. ”Itu salah satu program konkret di sini yang mengedepankan kejujuran, untuk memberantas budaya plagiatisme,” Sungging menambahkan. Semua karya tulis yang ada di ITS harus melalui uji keorisinalitas yang sangat ketat.

Sungging sendiri optimis dengan upaya pencegahan. Ia berpendapat bahwa sistem manajemen keuangan dari negara sudah tidak lagi efektif. Perlu adanya perbaikan manajemen yang lebih sesuai dengan kondisi saat ini. "Seperti anggaran yang turun terlambat. Hal tersebut sangat rawan membuat beberapa pihak akhirnya terjebak kasus korupsi," jelas Sungging. Belum lagi, sistem tanggung jawab keuangan yang menurutnya riskan disalahgunakan.

Untuk itu, lanjutnya, perlu adanya pendidikan karakter sejak awal untuk menciptakan generasi cendekiawan yang amanah. Sebagai contoh dengan mengedepankan kejujuran dalam proses evaluasi belajar. Termasuk pula penekanan evaluasi terhadap keberhasilan proses belajar, bukan hanya hasil. Dengan penerapan seperti itu, perlahan akan tertanam karakter yang menghargai kejujuran. Sehingga dapat membangun generasi yang benar-benar anti korupsi nantinya. (oly/lis)

Berita Terkait