ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
12 Mei 2013, 05:05

Hatta Rajasa: Sarjana Teknik Harus Kreatif

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa pada Kuliah Umum Young Engineers and Scientist (YES) Summit 2013, Sabtu (11/5) pagi. Hatta menyebutkan, idelanya, Indonesia membutuhkan sarjana teknik sebanyak 20 persen dari total populasi sarjana.

Sayangnya, saat ini Indonesia baru bisa memenuhi sekitar 11 persen saja dari jumlah tersebut. Kondisi ini masih juga diperparah dengan turunnya minat siswa sekolah menengah atas untuk melanjutkan pendidikan di bidang teknik. ”Sangat disayangkan, tapi begitulah statistiknya,” katanya.

Menurunnya minat siswa terhadap bidang keteknikan sedikit banyak dipengaruhi oleh melemahnya industri manufaktur dalam negeri. Hatta mencontohkan, pada masa-masa jayanya, PT Dirgantara Indonesia (DI) telah menjadi daya tarik utama bagi banyak siswa untuk menggeluti bidang keteknikan, terutama di kampus ITB. Namun seiring melemahnya PT DI, maka turun pulalah minat siswa. ”Dulu banyak siswa yang memilih berkuliah di Jurusan Mesin ITB karena daya tarik PT DI,” ujar menteri yang juga alumni ITB ini.

Ia melanjutkan, demi mengembalikan minat siswa tehadap bidang teknik, pemerintah akan mulai mendorong industri-industri dalam negeri kembali maju. Industri-industri tersebut kemudian akan diisi oleh tenaga ahli sarjana Indonesia. Bila tidak, sangat mungkin peran tersebut akan diambil alih oleh insinyur-insinyur luar negeri. ”Akan tetapi, kita masih punya PR besar yang harus diselesaikan bersama yakni, mengisi gap kosong kekurangan insinyur,” ungkap Hatta.

Selain menyoroti kurangnnya jumlah insinyur dalam negeri, Hatta juga menjelaskan peluang Indonesia dalam daya saing bangsa-bangsa. Berdasarkan telaah atas beberapa indikator penting terkait SDM dan Iptek, Indonesia memiliki daya saing tinggi di antara negara-negara dunia.

Pilar inovasi misalnya, Indonesia bisa dikatakan bersaing dengan negara-negara maju semacam Cina, Brazil dan Malaysia. Akan tetapi  hal tersebut saja tidak cukup karena dibutuhkan prasyarat lain seperti pengembangan institusi dan ketersediaan akses finansial.

Pada indikator lainnya, indikator kesiapan penerapan teknologi, Indonesia juga tidak cukup bagus. Pada pilar ini, Indonesia masih kalah jauh dari negara seperti India, Brazil bahkan aAfrika Selatan. Padahal, dari semua indikator penilaian, pilar kesiapan penerapan teknologi ini merupaka kunci utama dalam memenangkan daya saing.

Untuk itu, Hatta mendorong peserta kuliah umum agar berlomba-lomba dalam dalam menjadi seorang technopreneur. Menurutnya, mahasiswa teknik harus mampu berpikir kreatif dalam memberikan nilai tambah pada bidang teknologi. Hatta melanjutkan, penemuan-penemuan tersebut harus mampu pula menembus pasar alias bisa diperjualbelikan. ”Jangan takut untuk berusaha sendiri dan menjadi seorang technopreneur sejati,” pesan menteri yang dijuluki Mr Silver Hair ini. (ram/fi)

Berita Terkait