Erik Satrya Wardhana SE, ketua rombongan Komisi VI DPR RI, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,3 persen pada tahun 2012 lalu, tidak serta merta membawa dampak signifikan bagi masyarakat. Ia menuturkan, sebesar satu persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menyerap sekitar 200 ribu lapangan kerja saja.
Padahal, menurut politisi partai Golkar ini, pertumbuhan sebesar itu seharusnya bisa menyerap jauh lebih banyak lapangan kerja. ”Untuk itu, melalui kebijakan industri diharapkan ada penciptaan nilai tambah yang lebih signifikan,” kata Erik.
Menanggapi draft RUU ini, Prof Dr Daniel M Rosyid memberikan beberapa tanggapan. Guru besar Fakultas Teknologi Kelautan ini mencatat, perlu ada perubahan paradigma dalam melihat pertumbuhan ekonomi. Ia menuturkan, pemerintah Indonesia kini sudah terlalu terobsesi terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga mengorbankan hal penting lainnya yakni keseimbangan lingkungan.
Daniel meyakini, pertumbuhan ekonomi seharusnya juga dibarengi dengan perbaikan lingkungan. Ia merujuk pada konsep Blue Economy dengan tiga indikatornya yakni zero waste, penciptaan lapangan kerja dan penggunaan low energy. ”Sebagian dari masalah kita adalah karena terlalu terobsesi pada pertumbuhan dan mengorbankan keseimbangan lingkungan,” tegas Daniel.
Dosen Jurusan Teknik Kelautan ini bahkan tidak ragu menyeru pemerintah untuk menurunkan sedikit persentase kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan begitu, Indonesia memiliki kesempatan untuk kembali merehabilitasi lingkungan serta menurunkan tingkat kesenjangan masyarakat.
”Dengan menurunkan sedikit prosentase pertumbuhan, kita bisa lebih fokus pada industri kecil dan menegah,” katanya. Karena, menurut Daniel selama ini yang paling diuntungkan dari pertumbuhan ekonomi besar justru industri-industri besar.
Di samping itu, pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, ini juga mengkritisi tentang penempatan pasal mengenai industri strategis dalam draft RUU. Kata Daniel, industri strategis dalam RUU ini terkesan hanya dijadikan sebagai pelengkap. Padahal, industri ini seharusnya memegang posisi kunci dalam pembangunan bangsa.
Menurut Daniel, sebelum menetapkan pasal mengenai industri strategis, Komisi VI seharusnya terlebih dahulu mengkaji strategi apa yang tepat untuk dikembangakan di Indonesia. Ia juga menambahkan bahwa perlu ada industri tertentu yang menjadi andalan dan kebanggan bangsa. Secara pribadi, Daniel menyebutkan industri transportasi dan telekomunikasilah yang paling tepat. ”Industri ini penting karena menjadi sarana vital perdagangan,” ujarnya.
Gagasan Daniel ini juga tidak lepas dari semangat nasionalisme. Ia menjelaskan, industri strategis Indonesia haruslah berupa industri yang sukar disaingi oleh negara lain. Secara gamblang, ia menyebutkan sarat utama industri strategis adalah tidak bisa disaingi oleh Cina. ”Ya, karena Cina sudah hampir menguasai industri dunia,” tuturnya.
Diskusi mengenai RUU ini belum menemukan titik temu. Rencannya, Komisi VI DPR RI akan kembali mengundang Daniel serta beberapa pakar dari ITS untuk memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai sudut pandang akademisi. (ram/fz)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung