ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
05 Juni 2012, 11:06

Enam Tahun Menangani Lumpur Sidoarjo

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Bahkan hingga kini tim dari ITS masih terus memberikan penyuluhan kepada masyarakat sekitar semburan lumpur untuk antisipasi dampak atau risiko yang ada. ”Sampai saat ini, banyak masyarakat sekitar yang minta konsultasi pada kami bila akan mengambil tindakan terkait dampak semburan lumpur,” tutur Dr Ir Amien Widodo MS, Senin (4/6). Amien merupakan Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim LPPM-ITS.

Sebenarnya, kiprah ITS di Sidoarjo telah dimulai bahkan sebelum dibentuknya tim KKP yang lebih dikenal sebagai tim independen tersebut. Bantuan penanganan dampak semburan lumpur secara sukarela telah berlangsung sejak awal terjadinya tragedi. Yaitu sekitar akhir Mei 2006 silam.

”Begitu ada tragedi semburan lumpur itu, kami sudah langsung bergerak,” ungkap dosen Jurusan Teknik Sipil ITS ini. Bantuan yang diberikan oleh ITS berupa penelitian atau pun masukan-masukan untuk antisipasi dampaknya.

Setelah berjalan selama dua tahun, Gubernur Jawa Timur yang kala itu dijabat Imam Utomo akhirnya membentuk tim KKP. Kelompok ini terdiri dari tim ITS dan Universitas Airlangga (Unair). Dari ITS sendiri, terdapat 10 orang dari berbagai disiplin ilmu. Tim ini diberi tugas untuk melakukan kajian terhadap amblesan tanah, semburan gas, kerusakan aset, pencemaran air, dan kesehatan masyarakat.

Tak Lagi Layak Huni
Kajian dilakukan di sembilan desa di luar tanggul lumpur. Hasilnya termasuk bahwa sembilan RT di kawasan tersebut yang dinyatakan tidak layak huni dan harus segera direlokasi warganya. Rekomendasi hasil kajian tersebut diberikan kepada pihak gubernur.

Usai hasil kajian awal tersebut, tim ini sempat terhentikan kerjanya. Namun karena dampak yang terjadi makin meluas, akhirnya tahun 2010 tim KKP ini dihidupkan lagi. Tugas tambahan bagi tim ini mencakup kajian dari segi psikososial masyarakat sekitar.

Hasil kajian terakhir menunjukkan ada 45 RT dari 13 desa yang di luar tanggul tersebut yang tidak lagi layak huni. Tapi jumlah ini semakin membengkak saat dilakukan verifikasi oleh tim pusat yang dibentuk oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Yakni ada 65 RT yang tidak layak untuk dihuni dan harus direlokasi. Amien juga mengimbau agar masyarakat sekitar lumpur tidak lagi menempati tanggul karena kondisinya sudah semakin kritis.

Butuh Sepuluh Tahun
Kegiatan lain tim KKP adalah mengadakan seminar ataupun workshop terkait semburan lumpur Sidoarjo. Selain itu, mereka turut melaksanakan berbagai kerja sama. Antara lain dengan United Nations Environment Program (UNEP) pada tahun 2006. Bersama, mereka meneliti kualitas lumpur dan udara sekitar semburan lumpur.

Tahun 2008, kerja sama ini turut melibatkan Australian Agency for International Development (AusAID), dengan fokus penelitian yang berbeda. Yaitu terkait pemilihan penanganan lumpur yang efektif dengan metode emergy (energy memory).

Hasil penelitiannya membuahkan kesimpulan mengenai penanganan lumpur. ”Penanganan yang tepat untuk pembuangan lumpur adalah dengan membuat saluran sendiri untuk jangka waktu lebih dari 10 tahun,” papar Amien yang berasal dari Yogyakarta.

Tahun berikutnya, kerja sama dilakukan bersama Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia untuk menetapkan kawasan yang berisiko. Kerja sama berlanjut pada tahun 2010 dalam pembuatan strategi penanggulangan lumpur bersama Bappenas.

Semua hasil kajian serta penelitian turut dipublikasi dalam sejumlah jurnal terakreditasi. Amien berharap semua hasil kajian dari timnya tersebut bisa dijadikan referensi oleh pemerintah maupun pihak-pihak terkait dalam menangani dampak semburan lumpur Sidoarjo. (HUMAS ITS/lis)

Berita Terkait