ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
12 Mei 2012, 05:05

TEOPL Geografi, Ajak Tunanetra Melihat Indonesia

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Lima mahasiswa yang peduli dengan keadaan anak-anak penderita tunanetra ini adalah Rizki Indra Permadi, M Irsyad Dira Pradana, Hana Sugiasta, Ardilla Dea Ayu dan Regina Verra. Mereka menyaksikan bahwa seringkali, anak-anak penderita tunanetra tidak mengenal bentuk negaranya.

Lantaran sulit membayangkannya jika hanya dengan meraba peta dalam bentuk utuh. Mereka tidak memahami dengan baik, bagaimana bentuk spesifik dari sebuah pulau maupun daerah. Apalagi dalam mata pelajaran geografi yang mengharuskan mereka untuk memahami persebaran flora, dan sebagainya. ”Mereka kesulitan mengingat bentuk pulau-pulau karena susah mengimajinasikan,” ujar Rizky, ketua tim.

Karenanya, lima mahasiswa ini menggagas PKMM dengan judul Touch Speaking and Learning Ensiclopedia Braile (TEOPL) Geografi Indonesia Interaktif Sebagai Media Peningkatan Imagination of Space bagi Tunanetra Yayasan Pendidikan Anak Buta (YPAB) Gebang Putih Surabaya. Dengan Endang Susilowati, dosen Mata Kuliah Umum didapuk sebagai pembimbingnya.

TEOPL yang mereka ciptakan adalah sebuah box besar berisi permainan puzzle peta indonesia. Peta ensiklopedia ini terdiri dari sembilan tema, yakni pergerakan angin, persebaran flora dan fauna. Selain itu, juga terdapat tema tentang lempeng, persebaran hutan, gunung api dan sumber daya alam.

Awalnya, ide mereka adalah membuat sebuah buku atlas indonesia khusus untuk anak-anak tunanetra. Namun, Rizky menyebutkan bahwa kebutuhan dari yayasan membuat mereka menggagas sebuah ide lain dengan mengemas peta ensiklopedia tersebut dalam sebuah permainan. Disisi lain pemerintah juga telah menerbitkan buku atlas semacam itu. ”Dua kali kami berganti konsep, hingga muncullah ide puzzle kartografi ini,” jelasnya.

Ternyata, antusiasme anak-anak tunanetra tersebut diluar dugaan mereka. Dilla menceritakan bahwa mereka sempat kaget dengan keinginan kuat anak-anak itu untuk belajar. Kala itu TEOPL baru saja jadi dan memulai sosialisasi yang pertama, untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari ensiklopedia itu. Anak-anak itu meraba-raba peta besar diatas boz tersbeut dengan antusias, penasaran dengan apa yang ada dihadapan mereka. ”Saking antusiasnya sempat brutal juga mereka meraba petanya, dan saling berebut,” seru Dilla.

Mengantisipasi akan hal tersebut, mereka sengaja membuat bentuk dari peta tersebut dengan bahan agrilik, plastik yang biasa digunakan untuk plakat. Justru, menurut Dilla, mereka senang dengan keinginan besar mereka untuk belajar tentang Indonesia dengan TEOPL yang mereka buat.

Setelah berkali-kali melakukan konsultasi dan memperbaiki TEOPL-nya hingga maksimal, tim ini mengadakan tiga kali sosialisasi ke yayasan. Tidak hanya bermain dengan peta saja, mereka pun mengemas beberapa keilmuan geografi dalam permainan. Menurut Dilla, hasil dari metode pembelajaran yang mereka suguhkan menghasilkan perbandingan yang signifikan. ”Yang awalnya hanya paham 40 persen saat pre-test, sekarang hampir 100 persen,” ujarnya.

Sisi lain yang cukup membuat mereka tersentuh adalah ketekunan anak-anak itu dalam bejalar. Bahkan, dosen pembimbing mereka pun menangis terharu ketika mendampingi sosialisasi TEOPL yang dilakukan tim yang dibimbingnya. Ke depannya, mereka berharap bisa mendapatkan sponsor, sehingga dapat mengembangkan TEOPL agar memiliki mobilitas yang rendah. ”Kita ingin membuat TEOPL dengan berat rendah agar mudah dipindah,” tutup Rizky. (fin)

Berita Terkait