Bertempat di Gedung Rektorat, Yoshihiro Araki, Senior Research Department JETRO disambut hangat oleh Dr rer pol Heri Kuswanto, dosen Statistika dan Waskitho Wibisono S Kom M Eng, dosen Teknik Informatika. Meskipun bertajuk penelitian, acara tersebut berjalan ringan. Tak jarang pula selisih pendapat terjadi di kedua belah pihak.
JETRO sendiri adalah perusahaan Jepang yang bergerak di bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di lingkup Asia Tenggara. Visinya adalah mengusahakan agar SDM Asia Tenggara menjadi tenaga siap pakai di dunia industri dengan ketrampilan yang dimiliki.
Dalam penelitian tersebut, Yoshihiro mengambil judul tentang Potential of Private Vocational Schools for Enhancy Industrial Human Resource Development in ASEAN. Menurutnya, keluaran dari penelitian ini adalah meningkatkan level akademisi ke tingkat yang lebih tinggi.
Ia menilai dibanding Malaysia, Thailand dan Filipina, Indonesia masih tertinggal dalam hal persiapan tenaga kerja. Sebagai salah satu institut teknologi, ITS pun relevan menjadi sumber penelitian. "Dengan banyaknya kerjasama tentu lulusan ITS merupakan produk unggul dibandingkan universitas lain," lanjutnya
Para akademisi ini adalah para mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan teknik (senmo gakko), seperti politeknik dan jenjang diploma. Mereka dinilai sebagai mahasiswa siap pakai di dunia industri karena kemampuan aplikatifnya jauh lebih banyak daripada mahasiswa tingkat sarjana.
Hal ini berdasarkan studi lapangan yang telah dilakukan di berbagai perusahaan. "Yang terjadi adalah down grade mahasiswa sarjana," ujar Yoshihiro lewat penerjemahnya. Artinya, mereka (red: mahasiswa sarjana) banyak direkrut untuk menempati posisi pekerja lapangan.
Sementara, pendapat berbeda tentang arti siap pakai datang dari Waskhito. Menurut alumni Monash University ini, mahasiswa sarjana juga dapat dikatakan sebagai mahasiswa siap pakai. Hal ini berdasarkan kebutuhan industri yang masuk ke ITS. Mahasiswa sarjana juga dibekali kemampuan aplikatif sama seperti mahasiswa akademisi.
Di sisi lain, Waskhito juga tidak menampik fakta terjadinya down grade pada mahasiswa jenjang sarjana. "Seringkali dikenal istilah lulusan sarjana siap training bukan siap kerja," lanjut alumni Teknik Informatika ITS ini.
Indonesia dan Jepang Sama
Dalam kesempatan tersebut, diskusi tidak hanya berkutat tentang penelitian. Kedua belah pihak saling bertukar informasi tentang dunia pendidikan di negara masing-masing. Utamanya berkaitan tentang jenjang sarjana, diploma dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Yoshihiro mengungkapkan jika saat ini Jepang sedang mengalami penurunan jumlah pemuda. Hal ini mengakibatkan jumlah kapasitas sekolah lebih banyak dibanding jumlah pemuda yang ingin melanjutkan pendidikan. "Yang terjadi setiap sekolah semakin ketat persaingannya," terangnya.
Kondisi ini ternyata berpengaruh pada pilihan universitas. Akibatnya, mahasiswa banyak tertarik untuk masuk universitas (gakko) daripada senmo gakko. Salah satu alasannya karena gakko jauh lebih bernilai gelar dibanding dengan senmo gakko.
Hal yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Waskhito. Menurutnya, kondisi yang tak jauh berbeda juga terjadi di Indonesia. Di negara ini, jenjang sarjana jauh lebih diminati daripada jenjang diploma ataupun politeknik. "Kalau di Indonesia karena branding dan penghasilan," ujarnya.(ran/el)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung