Bio-SRI ITS merupakan tugas akhir bagi Eva, Amel dan Eki yang merupakan mahasiswa angkatan 2007. Sementara Faris adalah mahasiswa angkatan 2008 yang turut meneliti beras baru tersebut. Selama tiga bulan, mahasiswa ini mengamati perkembangan beras mereka di lahan seluas 648 meter persegi di Pandaan, Pasuruan.
”Kami bekerjasama dengan YMIS (Yayasan Merdeka Indonesia Sempurna, red) untuk pemantauan lapangan,” papar Eva. Lahan yang dipilih dikembangkan melalui System of Rice Intensification (SRI).
SRI sendiri adalah sebuah metode penanaman padi yang diadopsi dari sistem agrikultur Perancis dan mulai diuji cobakan di Indonesia. Menurut keempat mahasiswa tersebut, uji coba beberapa lahan dengan SRI telah menunjukkan produksi padi dengan hasil yang sangat baik.
Bibit yang digunakan adalah dari varietas Ciherang. Selama masa pertumbuhannya padi dijaga agar tak bersentuhan dengan bahan-bahan kimia maupun pestisida. Pupuk yang digunakan pun murni organik berupa kompos. Hal ini membuat Bio-SRI ITS memiliki berbagai manfaat lebih.
”Tentunya, beras ini lebih sehat,” papar Eva. Kandungan nutrisi yang murni terbukti dari nasi yang dihasilkan dari beras ini lebih tahan lama. Ketika para petani memasaknya tanpa menggunakan rice cooker, nasi dapat bertahan selama satu setengah hari.
Tampilan beras baru ini memang sedikit berbeda. Beras yang dihasilkan sedikit kecoklatan dari beras biasa. Namun jumlah gabah isi lebih banyak daripada padi yang ditanam dengan model konvensional.
Ada empat parameter yang diukur untuk Bio-SRI ITS ini. Yaitu produktivitas, hama, fauna tanah dan dekomposisi. Setiap mahasiswa meneliti salah satu dari parameter tersebut.
Eva dan teman-temannya dapat memanen 6-12 ton per hektar. Mereka membandingkan angka tersebut dengan hasil tani padi model konvensional di lahan yang bersebelahan, yaitu 5-7 ton per hektar. Masa panen pun lebih cepat sekitar 10 hari.
Hama yang menyerang padi milik Eva pun lebih sedikit. Jarak tanam yang lebih renggang, dengan satu bibit per lubang ternyata membuat hama serangga malas bertengger di lahan tersebut. Selain itu, sebelum ditanam, bibit diberi sistem imunitas. Yaitu dengan merendam gabah dengan daun-daun pahitan. Teknik ini membuat tanaman yang dihasilkan memiliki daun dengan rasa pahit sehingga enggan disentuh oleh hama.
Namun di dalam tanah, lain lagi keadaannya. ”Ternyata di lahan kami terdapat lebih banyak fauna tanah seperti cacing, semut dan gastropoda,” ungkap Eki. Mereka menemukan 4 famili fauna yang lebih banyak daripada di lahan padi konvensional.
Keberadaan hewan-hewan ini menentukan kegemburan tanah di lahan tersebut. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat dekomposisi tanah yang lebih tinggi daripada lahan konvensional.
Tentunya, dengan metode ini, petani tak lagi memerlukan pupuk kimia maupun pestisida yang selama ini cukup mahal harganya. Menurut Eva, biaya pengelolaan lahan Bio-SRI ITS selama masa tanam hanya Rp 5 juta. Dengan semua kelebihan tersebut, tak sedikit petani di daerah Pandaan yang tertarik untuk memberdayakannya.
Namun beras organik ini masih memiliki beberapa kendala. Pengelolaan yang harus dilakukan lebih intensif. Misalnya saja, penyemprotan mikro organisme lokal (MOL) untuk menambah kesuburan tanah dilaksanakan 10 hari sekali. Selain itu, benih padi juga mengalami perlakuan khusus, seperti direndam dalam larutan daun pahitan.
Harga yang dipatok untuk beras ini pun masih jauh lebih mahal daripada beras biasa. Eva dan rekan-rekannya memasang harga Rp 20 ribu per kilogram. ”Untuk saat ini masih kami pasarkan sendiri ke sivitas ITS,” ungkapnya. Memang, harga tak akan berbanding jauh dari kualitas.(lis/yud)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,