”Jika kita adalah cinta, maka kita adalah satu. Aku cinta kamu,” suara itu terdengar beberapa kali menggema di dalam ruangan. Tak lama kemudian, tetabuhan alat musik menyusul untuk menambah nuansa pentas yang digelar. Sontak, sorak sorai penonton yang memenuhi ruangan membuat suasana menjadi hidup.
Pentas tentang Surat Tantangan, dan Suratan Tangan yang diusung kali ini berkaca pada lingkungan ITS. Mereka menganggap beberapa kalangan masih saja ada yang dirasa kurang menghargai keberadaan seni. Sehingga dengannya, terkadang seni dianggap remeh. Padahal menurut Annisa Febri Chaurina, seni itu indah. ”Jangan meremehkan orang-orang seni,” ungkapnya.
Hidup ini perlu diperjuangkan ataukah pasrah dengan menganggap semua yang terjadi sudah merupakan suratan tangan Tuhan? Hal tersebut divisualisasikan melalui salah satu kelompok pemuda pemudi yang berdebat tentang takdir. Lima orang dari kelompok terbagi menjadi tiga pihak, yakni pihak yang menganggap bahwa hidup harus diperjuangkan dan hasilnya diserahkan kepada Tuhan, pihak yang hanya pasrah kepada nasib, dan pihak yang bingung.
Dalam pentas tersebut, kedua pihak pertama saling berdebat untuk mempertahankan argumentasinya masing-masing. ”Apakah kalian buta? Kita dihina. Itu jelas surat tantangan! Kita tidak bisa tinggal diam,” ungkap salah satu pihak yang memperjuangkan hidup.
”Sudahlah! Kau pikir aku tidak muak dengan keadaan seperti? Aku juga muak dihina terus. Tapi mau gimana lagi?” ungkap pihak yag pasrah. Lalu secara bergantian, pihak yang bingung membela kedua pihak tadi. Namun pada akhirnya, pihak yang bingung ini tidak memilih siapa-siapa. Hal tersebut dibiarkan seperti itu agar penonton menilai sendiri bagaimana seharusnya menyikapi kehidupan, harus pasrah, berjaung, ataukah bingung.
Pentas ini merupakan pentas yang rutin digelar oleh Tiyang Alit. Penonton tidak hanya dari ITS, tetapi ada yang berasal dari Universitas Brawijaya (Unibraw), Universitas Negeri Malang, Madura, dan lain sebagainya. Mereka menilai penampilan yang ditunjukan oleh Tiyang Alit sangat bagus. ”Tiyang Alit mampu menunjukkan multi kreasi dalam performance-nya,” ucap Davi, penonton dari Malang.
Di pentas ini, juga ditampilkan pembacaan monolog dan pentas dari Teater Suket, teater dari Community of Santri Scholars of Ministry of Religion Affairs (CSS Mora) ITS, sebuah. Mereka lebih membawa tema tentang perlunya persatuan Indonesia. Selain itu, dilakukan juga launching logo dari Festamasio (Festival Teater Mahasiswa Nasional) VI yang akan diselenggarakan di Surabaya.(nir/niv)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Kampus ITS, ITS News — Guna meneguhkan komitmen sebagai World Class University (WCU), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyiapkan