ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
26 Mei 2011, 15:05

Pok Ame-ame, Cara Mudah Terapi Autis

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Mereka adalah Ahmad Mas Udi, Djamilah Arifiyana, Fauziyah Rakhmawati, Setiya Aggreawan dan Ahmad Rifai. Berawal dari sebuah berita mengenai nasib anak autis yang dikerangkeng di sukabumi, kelima mahasiswa ini benar-benar tergerak saat untuk mencari terapi sederhana bagi para penderita autis.

”Orang tua malah mengasingkan anaknya agar tidak dikunjungi orang lain,” papar Mas Udi. Ia menyebutkan, banyak orang tua yang merasa malu dengan kondisi tersebut. Sehingga, pengasingan dinilai sebagai upaya terbaik. Padahal, hal tersebut juga mampu menjatuhkan mental sang anak.

Namun, tak sedikit pula orang tua yang peduli pada kondisi anaknya. ”Kebanyakan mereka menyekolahkan sang anak di sekolah inklusi (sekolah bagi anak berkebutuhan khusus,red),” tutur mahasiswa angkatan 2009 tersebut. Sebab, para orang tua yakin, anak-anaknya bisa berkembang ketika belajar banyak hal di sekolah inklusi.

Sementara itu, keberadaan sekolah Inklusi pun semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sekitar 490 sekolah tersebar di seluruh Indonesia. Di Surabaya sendiri, sebanyak 43 sekolah tersebar di beberapa daerah dengan jumlah siswa 955 orang. Jumlah tersebut memang cukup kontras bila dibandingkan dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 143 orang. ”Hal ini sangat menyedihkan. Sebab, kebutuhan anak autis lebih dari Anak-anak lainnya,” jelas Mas Udi lagi.

Untuk mengimbangi hal tersebut, dibutuhkan pengenalan sebuah konsep terapi mandiri bagi anak autis. Sebab, pada kenyataannya, anak autis memiliki kesulitan dalam hal konsentrasi dan komunikasi dengan lingkungan. Hal itulah yang membuat mereka terkesan menutup diri dari lingkungannya.

”Kami berupaya membantu para guru dengan terapi sederhana dengan bernyanyi,” tuturnya. Dalam kesehariannya, anak autis memang sulit berkomunikasi. Mereka pun acapkali  tak bisa menyampaikan dengan baik apa yang ada di dalam benaknya. Dengan bernyanyi, setidaknya anak bisa mengeluarkan ekspresi dan emosi secara bebas. Sedang manfaat lainnya, yakni melatih kelancaran anak dalam berbicara.

Untuk bernyanyi, bukan sembarang lagu bisa dijadikan bentuk terapi. Lagu Pok ame-ame-lah yang sengaja dipilih oleh tim Mas Udi. Sebab, lagu ini dinilai lebih familiar. Ditambah lagi, saat bermain diharuskan tangan pemain bersentuhan. Hal ini akan merangsang saraf motorik halus dan memberikan rasa aman bagi sang anak.

Secara khusus, kegiatan ini dilakukan di SD Klampis I sebagai pusat sekolah inklusi di surabaya timur selama 3 bulan. ”Kami kenalkan lagu Pok ame-ame saat istirahat,” terangnya. Selain itu, tim Mas Udi juga memberikan game multimedia interaktif untuk mengetahui dan mengembangkan konsentrasi anak.

Ia dan anggota timnya pun berharap, permainan Pok ame-ame dapat dimasukkan dalam kurikulum sekolah inklusi. ”Kami juga memberikan VCD tutorial bagi orang tua untuk melakukan terapi mandiri di rumah,” tuturnya. Sebab kasih sayang orang tua sangat penting bagi anak autis. (esy/yud)

Berita Terkait