ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
30 April 2011, 09:04

Budaya Mendidik itu Penting

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sebuah cerita tentang film The Last Samurai membuka acara yang mampu menarik animo mahasiswa ini. Film ini memang mengisahkan seorang samurai dan kaisar Jepang. Meski singkat, setidaknya film ini berpesan perlunya memajukan negara lewat teknologi. Namun, negara tersebut harus tetap mempertahankan budaya sendiri. ”Kita perlu melakukan hal serupa,” ungkap Dalu Nuzlul Kirom, moderator diskusi singkat ini.

Senada dengan Dalu, Imam Robandi pun memaparkan sudut pandangnya mengenai budaya. Baginya, budaya memang tak sebatas kesenian daerah. Namun, budaya merupakan alat komunikasi yang tidak mengenal batas. Baik batas asal daerah, pendidikan, maupun batas agama. ”Siapa saja berhak menabuh gamelan,” ujarnya sembari tersenyum. Ia menambahkan, ia bisa berkomunikasi dengan agama lain pun lewat gamelan.

Sebuah pertanyaan singkat dari Dalu mengenai budaya hormat mahasiswa ke senior angkatan, membuat Imam Robandi turut tersenyum kembali. Dengan tandas ia menuturkan bahwa budaya itu memang diperoleh dari kebiasaan baik. Seperti diketahui, Indonesia memang dikenal dengan keraamahan penduduknya. ”Ramah itu bagus. Yang penting ramah pada siapa saja,” tutur dosen jurusan Teknik Elektro tersebut.

Menurutnya, pendidikan pun termasuk dalam lingkungan budaya. Sudah saatnya,dosen tidak sekedar mengajar, melainkan juga mendidik. Sebab, mengajar hanya mengasah otak bagian kiri. Padahal otak kanan pun perlu mendapat perlakukan yang sama.

Jika ada 100 menit pertemuan dengan dosen, Imam Robandi menganalogikan waktu 90 menit untuk mengajar dan 10 menit untuk mendidik. ”Mengajar itu mahasiswa hanya diberikan materi kuliah,” ujarnya lagi. Hal tersebut memang berdampak pada indeks prestasi kumulatif (IPK). Padahal, banyak yang mengakui bahwa  IPK hanya berpengaruh sedikit saat di dunia kerja.

”Mendidik lebih mengasah hati,” jelas dosen yang menyukai dunia dalang ini. Dengan begitu, mahasiswa justru lebih fresh dan mampu menyeimbangkan otak kanan dan kiri lewat perpaduan teknologi dan seni. Ia mencontohkan kebiasaan uniknya ketika di dalam kelas. Sebelum kelas di mulai, ia selalu mengawali dengan menyanyi lagu-lagu yang dipakainya untuk mendalang.

Baginya, ITS sudah melakukan hal yang luar biasa. Meski ITS dikenal sebagai kampus berbasis teknik, ITS masih mengedepankan seni dan budaya. Terbukti dengan beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seni yang acapkali meraih juara. ”Saya belajar dalang juga di ITS,” ungkapnya. Ia berharap, ITS bisa turut melestarikan budaya negara. (esy/yud)

Berita Terkait