Penggunaan platform digital yang berlebihan dapat berdampak pada kesehatan mental (Sumber: freepik.com)
Kampus ITS, Opini — Di era digital, sebagian besar aktivitas manusia terhubung dengan gawai. Kondisi ini membuat batas antara produktivitas dan distraksi kabur sehingga menimbulkan fenomena ketergantungan teknologi. Hal ini dapat mengancam keseimbangan mental khususnya bagi Generasi Z, yakni kelompok yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012.
Fenomena ketergantungan teknologi atau technology dependency adalah kondisi seseorang yang tidak bisa lepas dari penggunaan platform digital. Kondisi ini bisa berdampak serius karena efek ketergantungan dapat mengganggu keberlangsungan hidup seseorang. Dalam jangka panjang, hal ini berpengaruh pada kesehatan mental, antara lain menyebabkan stres, penurunan produktivitas, dan perasaan terisolasi.
Di tengah fenomena ketergantungan teknologi, Generasi Z menjadi kelompok yang paling rentan terdampak. Berdasarkan laporan McKinsey Health Institute (2023), durasi penggunaan platform digital Generasi Z di Indonesia telah melebihi batas ideal harian. Tingginya intensitas akses platform digital meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental.
Sejumlah solusi hadir untuk menanggulangi dampak dari fenomena ini, salah satunya yaitu aplikasi pengatur waktu penggunaan platform digital. Namun, mayoritas masih mengandalkan pendekatan teknis seperti pembatasan durasi dan penguncian aplikasi. Alih-alih menumbuhkan kesadaran, cara ini justru memicu kebosanan dan rasa tertekan karena pengguna merasa dikontrol. Akibatnya, aplikasi tersebut kerap ditinggalkan dan gagal menciptakan perubahan perilaku yang bertahan lama.
Visualisasi pendekatan Nudge Theory dan Behavioral Activation dalam manajemen kebiasaan digital (Sumber: eyezy.com)
Fenomena ketergantungan teknologi menuntut hadirnya pendekatan yang lebih halus dan manusiawi dalam mengubah kebiasaan digital. Nudge Theory yang digagas oleh Richard H. Thaler dan Cass R. Sunstein menawarkan solusi dengan mendorong perubahan perilaku melalui intervensi kecil tanpa paksaan. Pendekatan ini efektif karena tidak mengekang, melainkan mengarahkan pengguna secara perlahan menuju keputusan yang lebih bijak dan sehat secara emosional.
Di samping itu, teori Behavioral Activation dapat menjadi pendamping ideal. Pendekatan ini menekankan pentingnya mengganti kebiasaan pasif dengan aktivitas bermakna yang memberi rasa pencapaian dan penghargaan diri. Melalui kombinasi dua teori tersebut, pengguna bukan hanya belajar menahan diri dari paparan digital berlebihan, tetapi juga menumbuhkan kesadaran baru tentang keseimbangan antara dunia maya dan nyata.
Penerapan dua teori ini bisa tampak dari kebiasaan sederhana yang kini sudah banyak mulai dilakukan anak muda. Misalnya, menggunakan aplikasi kebugaran yang memberi penerapan nudge theory lewat notifikasi lembut seperti “waktunya peregangan” atau “ayo istirahat sejenak”. Pesan kecil ini mampu mendorong pengguna berhenti dari layar sejenak untuk bergerak sekaligus membantu menyeimbangkan aktivitas digital dan fisik mereka.
Teknologi bukanlah musuh, melainkan alat yang harus digunakan dengan cara berinteraksi yang tepat. Mengembalikan kendali kepada pengguna merupakan langkah awal untuk menciptakan hubungan yang lebih sehat dengan dunia digital. Pendekatan berbasis perilaku dapat menjadi solusi bagi masyarakat yang tengah mencari keseimbangan antara produktivitas dan kesehatan mental. Karena pada akhirnya, manusia seharusnya mengendalikan teknologi, bukan sebaliknya. (*)
Ditulis oleh:
Nabila Rahadatul Aisy Koestriyaningrum
Departemen Sistem Informasi
Angkatan 2023
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Dalam rangka memperingati HUT ke-26 Dharma Wanita Persatuan (DWP) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus melanggengkan perannya dalam upaya penyelamatan iklim. Kali ini,
Kampus ITS, ITS News — Dalam rangka memperkuat aktivis mahasiswa menjadi pemimpin bisnis di masa depan, Institut Teknologi Sepuluh
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menunjukkan komitmennya dalam mewujudkan pendidikan tinggi yang inklusif.

