ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
12 Oktober 2010, 21:10

Bahas Isu Lingkungan di Festivars

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Seminar internasional tersebut diikuti oleh berbagai peserta dan pembicara dari dalam maupun luar negeri. Topik utamanya yaitu kondisi arsitektural masyarakat di daerah kepulauan.

“Banyak pendudukan daerah kepulauan yang telah termodernisasi,” tutur salah seorang panelis, A Ruyanto Soesilo, sebagai wakil dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Ia  berpendapat bahwa keadaan tersebut membuat banyak daerah pinggir pantai akhirnya mendirikan tempat tinggal dengan material yang tidak sesuai dengan keadaan daerah mereka. Ini memperparah potensi kerusakan dari bencana dan kondisi alam.

Bagi Soesilo, pembangunan sistem Post-Modern merupakan solusinya. Sementara bagi Dita Trisnawan, wakil dari Universitas Indonesia, solusinya lebih bergantung pada manajemen daerah tersebut. “Manajemen daerah kepulauan harus mulai lebih memanfaatkan potensial daerah lokal,” ujar Dita. Ini juga berarti menghargai kapasitas alam asli daerah itu.

Menurut ketua jurusan Arsitektur, Ir Purwanita Setijanti MSc, isu lingkungan sudah bukan sesuatu yang patut dipertanyakan lagi. “Sudah harus diperhatikan oleh setiap orang,” tuturnya selepas konferensi tersebut.

Meskipun bukan sesuatu yang dimasukkan dalam kurikulum akademik, namun selain menjadi kewajiban juga menjadi sebuah proses lifelong learning bagi semua orang. Ulasan mengenai isu-isu lingkungan ini akan diteruskan dalam seminar Sustainable Environmental Architecture (SENVAR) pada hari Kamis (14/10) dan Jumat (15/10) nanti.

Berbagi Pengalaman dari Shanghai

Di saat yang bersamaan pada ruangan lain, tiga orang mahasiswa angkatan 2006 juga sedang melakukan presentasi. Ini lebih ditujukan untuk para mahasiswa S1 yang tidak mengikuti seminar international tersebut. Presentasi mereka  mengenai International Design Summer School yang mereka ikuti di Tongji University, Shanghai, bulan Agustus lalu.

Mereka adalah Arya Brima Nuansa, Imaduddin Ibrahim dan Abitya Rosiani. Ketiganya juga merupakan wisudawan tahun ini. Selama sepuluh hari mereka menghabiskan waktu mereka untuk mengerjakan sebuah proyek bersama para mahasiswa arsitektur lainnya dari seluruh dunia.

“Bangunan kami mengacu pada sustainable design, yaitu desain yang berkelanjutan,” kata Abitya. Desain yang berkelanjutan itu, menurut Abitya, banyak merujuk pada pembangunan ramah lingkungan.

Seperti contoh, desain yang dihasilkan oleh tim Abitya merupakan sebuah Eco-Park yang bebas kendaraan bermotor. Dalam desainnya, banyak tersedia ruang terbuka hijau yang juga berfungsi sebagai public space.

Dengan begitu, masyarakat sekitar terdorong untuk berkegiatan di alam terbuka. Ternyata, di negara yang merupakan wadah bagi bangunan-bangunan modern seperti Cina pun isu lingkungan tetap digalakan.(lis/az)

Berita Terkait