ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
13 Oktober 2010, 09:10

Lagi, ITS Tambah Tiga Guru Besar

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Teknologi Bioetanol sebagai sumber energi terbarukan memang bukan hal yang baru. Namun, saat ini masalah bahan baku masih menjadi kontroversi. “Kebanyakan bahan baku bioetanol masih harus bersaing untuk bahan pangan masyarakat, seperti gula,” kata Prof Dr Ir Soeprijono MS.

Dosen d3 Teknik Kimia ini  melanjutkan, harus ada bahan baku bioetanl yang banyak jumlahnya dan bukan bahan konsumsi. Dalam penelitiannya yang berjudul Biokonversi Lignoselulose dari Residu Pertanian Untuk Dijadikan Biofeul Melalui Hidrolisis Enzim dan Fermentasi, Soeprijanto mencoba mengkonversi tepung sorgum (cantel) biji-bijian sebagai energi terbarukan biofuel.

Tepung sorgum yang merupakan limbah pertanian dari damen dan jagung mengandung selulose yang tinggi. Untuk menjadi bioetanol, selulose harus diubah terlebih dahulu menjadi gula. Gula inilah  yang mengadung alkohol ini kemudian bisa dikatakan sebagai bioetanol. “Oleh sebab itu, bioetanol ini disebut dengan bioetanol generasi dua,” tambah Prof  yang akan dikukuhkan sebagai Guru Besar ke 97 ini.

Masih bertemakan energi, Prof Dr Ing Herman Sasongko memiliki penelitian yang berbeda. Dalam pengukuhannya nanti, ia akan berorasi mengenai efisiensi energi pada pesawat jet. Bidang aerodinamika khususnya pada compressor menjadi tema penelitiannya.

Menurut Herman, kompressor dalam sebuah mesin seperti jantung pada manusia. Jika tekanan dalam compressor jatuh, maka akan menyebabkan mesin tidak berfungsi. Begitu juga pada pesawat, para peneliti menyebutkan, akibat utama jatuhnya pesawat adalah menurunnya tekanan pada compressor atau yang dinamakan compressor stall.

“Hilangnya tekanan ini akan menyebabkan ketidakmampuan engine menghasilkan energi dorong,” kata Herman. Putaran aliran sekunder tersebut menyumbang 50% total kerugian hidrolisis pada compressor. “Oleh sebab itu dibutuhkan upaya untuk menguragi kerugian akibat aliran sekunder dan meningkatkan efisiensi compressor,” tambah Kajur Teknik Mesin ini. Salah satunya mengubah aliran sekunder dengan merubah kelengkungan sudu pada compressor tersebut.

Sebagaimana kerja sama Teknik Kimia dan Teknik Mesin ITS yang sedang mengerjakan proyek dari Bank Duia untuk topik energy, Prof Dr Ir Arif Widjaja MEng pun akan membawakan orasi yang tak jauh-jauh dari energi terbarukan. Senada dengan Soeprijono yang mengangkat biofuel dari limbah pertanian, maka Arief Widjaja menciptakan energy terbarukan dari enzim.

“Fenomena enzim sangat berpengaruh dalam menghasilkan energy dari selulase. Enzim dapat secara selektif dalam proses degradasi selulase,” kata Arief menerangkan. Akan tetapi yang menjadi kendala adalah harga enzim yang diproduksi dunia tergolong sangat mahal. Oleh sebab itu, dalam mengatasi kemandirian energy terceus oleh Arief untuk memproduksi enzim sendiri.

Untuk itu Arief mengembangbiakan mokiroorganisme seperti jamur dan bakteri yang dikondidikan secara tertentu agar bisa mengahsilkan enzim. Enzim yang dihasilkan berupa enzim selulase dan enzim hemiselulase.

“Enzim buatan sendiri ini nyatanya lebih berkualitas dibandingkan produk dari luar dan bahkan lebih murni,” kata pria yang dinobatkan sebagai peneliti terbaik ITS 2009 ini. Selain itu enzim buatan Arif jauh lebih murah, jika produk luar bisa berkisar jutaan rupiah untuk tiap gramnya, maka enzim Arief bisa didapat dengan perbandingan sepersepuluhnya.

Dalam orasinya juga disebutkan keinginan Arief untuk mengembangkan Biokimia di ITS. “Mimpi saya di ITS, Biokimia sudah saatnya menjadi mata kuliah wajib dan menyatu di Teknik Kimia,” tutup Doktor lulusan Osaka Prefecture Univesrity Jepang ini. Arif akan dikukuhkan sebagai Guru Besar ke 99 yang dipunyai ITS. (fz/yud)

Berita Terkait