Tim Abmas Departemen Kimia ITS melakukan penanaman bibit sayuran bersama warga sekitar dengan metode hidroponik apung
Magetan, ITS News – Tim peneliti dari Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) sukses membuktikan bahwa lahan terbatas dan kurang subur bukan lagi hambatan untuk bertani. Melalui program pengabdian kepada Masyarakat (abmas), tim ini berhasil mengubah pekarangan warga yang semula tidak produktif di Desa Durenan, Kecamatan Sidorejo, Kabupaten Magetan, menjadi lahan produktif untuk budidaya sawi (Brassica juncea) dan kale (Brassica oleracea var. sabellica) menggunakan metode Hidroponik Apung (Floating Hydroponic System).
Kegiatan ini merupakan bagian dari abmas yang dipimpin oleh Prof Suprapto PhD bersama tim peneliti yang terdiri dari Prof Yatim Lailun Ni’mah MSi PhD, Dra Ita Ulfin MSi, Dra Harmami MS, Grasianto SPd MSc PhD dan Dr Kartika Anoraga MSSi MSi. Tujuannya adalah mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan dan memperkenalkan teknologi pertanian modern berbasis hidroponik kepada masyarakat desa.
Menurut Suprapto, terdapat banyak lahan di pedesaan yang masih terbengkalai karena kondisi tanah yang tidak rata dan kurang subur. Untuk itu, tim abmas Departemen Kimia ITS ini menggagas metode hidroponik apung. “Melalui teknologi hidroponik apung ini, masyarakat bisa tetap bercocok tanam tanpa bergantung pada kondisi tanah,” ujar Guru Besar Kimia ITS ini.
Dijelaskan Suprapto lagi, metode hidroponik apung dipilih karena dinilai efisien dan berkelanjutan. Sistem ini memiliki biaya pembuatan yang relatif rendah, mudah diterapkan, dan sangat hemat air. Bibit tanaman diletakkan pada papan styrofoam yang mengapung di atas larutan nutrisi (AB mix), memungkinkan akar tanaman menyerap nutrisi secara langsung.
Mahasiswa anggota Tim Abmas Departemen Kimia ITS melakukan sosialisasi terkait cara penanaman dengan metode hidroponik apung kepada masyarakat sekitar
Instalasi yang dibangun di lahan pekarangan warga meliputi greenhouse sederhana dan bak hidroponik berukuran 1×2 meter. Hasil pengamatan menunjukkan performa yang sangat menjanjikan. Di antaranya tanaman sawi dapat dipanen dalam 25−35 hari dengan bobot rata-rata 150–200 gram per tanaman, dan kale dipanen dalam 35−40 hari dengan bobot 200–250 gram per tanaman.
Produktivitas ini tercatat jauh lebih tinggi dibandingkan budidaya konvensional di lahan yang sama. “Kegiatan ini membuktikan bahwa lahan terbatas justru menjadi peluang untuk menciptakan sistem pertanian berkelanjutan di pedesaan,” tambah salah satu anggota tim peneliti Prof Yatim Lailun Ni’mah.
Selain instalasi, tim abmas ITS ini juga intensif memberikan sosialisasi dan pelatihan langsung kepada warga. Pelatihan mencakup teknik pembibitan, perakitan instalasi sederhana, pengelolaan nutrisi, serta panen dan pascapanen. Antusiasme warga sangat tinggi karena sistem ini dapat diaplikasikan di pekarangan rumah dengan modal yang terjangkau. “Kami ingin agar masyarakat bisa mandiri, tidak hanya menerima hasil pengabdian, tetapi juga mampu melanjutkan dan mengembangkannya sendiri,” tutur Suprapto penuh harap.
Salah satu warga desa mencoba menanam bibit sayur dengan metode hidroponik apung yang diajarkan oleh Tim Abmas Departemen Kimia ITS
Inovasi ini tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru. Sawi dan kale hidroponik memiliki nilai jual yang lebih tinggi, menjadi sumber pendapatan tambahan, serta mendukung ketahanan pangan lokal. Penerapan hidroponik apung ini sangat selaras dengan beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Di antaranya adalah SDG 2 yakni Tanpa Kelaparan dengan mendukung ketahanan pangan dan peningkatan nutrisi melalui peningkatan produksi sayuran yang sehat, SDG 8 yaitu Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi yang ditunjukkan dengan menciptakan peluang ekonomi baru dan mata pencaharian tambahan bagi masyarakat desa.
Selain itu, juga mendukuSDG 12 yakni Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab melalui kegiatan yang mendorong praktik pertanian berkelanjutan dengan efisiensi penggunaan sumber daya lahan dan air. Ke depan, tim peneliti ITS berencana memperluas penerapan sistem ini ke desa-desa lain di wilayah Magetan dan menjajaki integrasi dengan sistem aquaponik untuk diversifikasi produksi pangan. (*)
Madiun, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) melaksanakan rangkaian program pemberdayaan
Kampus ITS, ITS News — Dalam rangka memperingati HUT ke-26 Dharma Wanita Persatuan (DWP) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus melanggengkan perannya dalam upaya penyelamatan iklim. Kali ini,
Kampus ITS, ITS News — Dalam rangka memperkuat aktivis mahasiswa menjadi pemimpin bisnis di masa depan, Institut Teknologi Sepuluh


