ITS News

Jumat, 29 Maret 2024
29 Mei 2023, 18:05

Multitasking, Kebiasaan bak Pisau Bermata Dua

Oleh : itsbar | | Source : ITS Online

Ilustrasi Multitasking, yaitu keterampilan untuk mengerjakan beberapa pekerjaan dalam satu waktu. (sumber: Yale Insights)

Kampus ITS, Opini — Multitasking sering dinilai sebagai jalan keluar ketika kita dituntut untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan dalam satu waktu. Namun, jalan keluar ini ternyata menyimpan bahaya yang mengintai bagi kesehatan.  

Menurut penelitian profesor komunikasi Stanford University Clifford Nass, multitasking menyebabkan seseorang menghadapi konsekuensi mental yang signifikan. Konsekuensi mental tersebut hadir karena multitasking membuat fokus seseorang terpecah sehingga otak harus bekerja ekstra untuk memproses informasi.

Multitasking Menjadi Jalan Pintas

Multitasking tidak melulu soal mengerjakan berbagai pekerjaan dalam satu waktu, tetapi juga melibatkan spektrum yang lebih luas dan sederhana. Tanpa sadar, multitasking telah menjadi kebiasaan sehar-hari, seperti mengerjakan tugas sambil menonton kanal YouTube atau berselancar di media sosial sambil menonton televisi.

Bagi beberapa orang, terutama mahasiswa, multitasking bak jalan pintas untuk mempermudah berbagai aktivitas. Dengan melakukan multitasking, kegiatan yang dilakukan dirasa lebih produktif, ringkas, dan cekatan. Apalagi, beban yang dituntut pada zaman percepatan informasi dan teknologi ini memaksa diri untuk serba sat set

Berangkat dari tuntutan tersebut, lahirlah orientasi yang kini menjadi tradisi. Saat ini, mayoritas mahasiswa lebih mengutamakan ketepatan waktu dalam pengerjaan tugas, dibandingkan dengan kualitas tugas itu sendiri. “Lebih cepat lebih baik, masalah bagus atau tidak itu belakangan,” ucap seorang mahasiswa kala ditanyai mengenai multitasking.

Ilustrasi dampak buruk dari penerapan multitasking, yaitu stres. (sumber: ABC News)

Lantas, Apa Bahaya Multitasking?

Sayangnya, waktu ringkas yang diperoleh kala multitasking justru menyulut bahaya tak kasat mata. Kita pasti sering bertanya-tanya mengapa manusia bisa menjadi pelupa, tidak cekatan, dan lemot. Asumsi ini ternyata didukung oleh penelitian yang dilakukan University of Copenhagen, Denmark, bahwasanya multitasking dapat menyebabkan gangguan ingatan baik secara jangka pendek maupun jangka panjang. 

Gangguan ingatan akibat multitasking terjadi karena otak cenderung menyimpan informasi di tempat yang salah. Alih-alih mengirim informasi ke Hippocampus, bagian otak yang berperan menyimpan informasi, otak malah menyimpan informasi di bagian otak bernama striatum yang bertanggung jawab dalam fungsi motorik.

Sungguh ironis, solusi yang dianggap sebagai jalan keluar, nyatanya malah mendatangkan malapetaka lain bagi tubuh. Pasalnya, tidak hanya gangguan ingatan, multitasking juga dapat memicu stres.  Hal ini  terjadi karena otak memproduksi hormon stres secara berlebih, yang berimbas pada melonjaknya tekanan darah, detak jantung, dan rasa cemas.

Manajemen Waktu Jadi Solusi

Gangguan ingatan dan stres yang menumpuk tersebut berujung pada merosotnya kinerja otak. Secara jangka panjang, bukannya memperoleh efisiensi waktu secara sempurna, otak malah kewalahan dan membuat kerja menjadi berantakan. Oleh karena itu, manajemen waktu menjadi kunci atas solusi demi mencapai efisiensi.

Daripada mengerjakan banyak pekerjaan secara bersamaan, merencanakan pekerjaan dan mengatur prioritas menjadi langkah yang tepat. Menentukan pekerjaan berdasarkan waktu tenggat dan urgensi terdekat mampu menghindarkan otak dan tubuh dari kepenatan. Dengan demikian, kualitas pekerjaan akan tetap optimal dan tubuh pun terhindar dari bahaya akibat multitasking.(*)

 

Ditulis oleh:
Hibar Buana Puspa
Departemen Teknik Transportasi Laut
Angkatan 2022
Reporter ITS Online

Berita Terkait