ITS News

Selasa, 16 April 2024
19 Desember 2022, 08:12

Atasi Limbah Produksi Olahan Usus, KKN ITS Bangun IPAL

Oleh : itswan | | Source : ITS Online

Adhi Yuniarto ST MT PhD beserta timnya usai pembangunan IPAL komunal di Dusun Tanjung Kenongo

Kampus ITS, ITS News Limbah air bekas cucian produk olahan usus di Dusun Tanjung Kenongo masih dibuang di sungai sekitar. Melihat hal ini, tim Kuliah Kerja Nyata Pengabdian Masyarakat (KKN Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal dengan metode pengolahan anaerobik.

Ketua tim KKN Abmas, Adhi Yuniarto ST MT PhD menjelaskan, Dusun Tanjung Kenongo, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto  dikenal sebagai penghasil olahan kripik usus. Setiap harinya, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) olahan usus di dusun ini menghasilkan limbah air bekas cucian usus hingga 20 meter kubik. Sayangnya, limbah tersebut dibuang di sungai sekitar sehingga menyebabkan pencemaran air sungai.

Lebih lanjut, Adhi sapaan akrabnya, menerangkan bahwa pengolahan limbah secara anaerobik merupakan pengolahan limbah yang memanfaatkan mikroorganisme anaerob tanpa menggunakan oksigen. Pengolahan limbah jenis ini cukup sering digunakan lantaran dinilai lebih efisien dibanding pengolahan secara aerobik. “Pengolahan anaerobik cocok untuk limbah dengan kandungan polutan yang pekat, seperti limbah bekas cucian usus ini,” ujarnya.

Adapun IPAL yang dibangun dosen Teknik Lingkungan bersama timnya ini merupakan IPAL komunal yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh pelaku UMKM di Dusun Tanjung Kenongo. Berbekal enam bak pengolahan anaerobik, Adhi menuturkan bahwa limbah yang diproses dalam bangunan ini memerlukan waktu kurang dari 21 jam. “Lama waktu tersebut terhitung sejak air limbah bekas cucian usus masuk ke IPAL hingga sebelum dibuang ke sungai di dekatnya,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Adhi mengulas bahwa air limbah yang masuk ke bangunan IPAL akan ditampung di bak sedimentasi. Disebutkan olehnya bahwa bak sedimentasi berfungsi sebagai tempat pengendapan zat-zat pencemar yang mudah mengendap. “Air limbah didiamkan selama kurang lebih satu jam supaya zat-zat pencemar dapat mengendap dengan baik,” imbuhnya.

Usai dari bak pengendap, air akan dialirkan menuju enam bak anaerobik berturut-turut. Menurut Adhi, makin banyak bak atau sekat anaerobik akan menghasilkan kualitas air yang lebih bagus. Hal ini lantaran terjadi proses pembusukan atau penguraian polutan oleh bakteri anaerobik di dalamnya berlangsung secara berkali-kali. “Bakteri yang digunakan dalam bak ini diperoleh melalui media seperti kotoran bebek yang diberi Effective Microorganism 4 sebagai dekomposernya ” terangnya.

Bangunan IPAL komunal yang dilengkapi dengan sebuah bak sedimentasi, enam bak anaerobik, dan satu bak pengontrol gagasan tim KKN Abmas

Usai mengalami pengolahan secara anaerobik, air akan ditampung sementara waktu di bak pengontrol. Adhi mengungkapkan bak ini berfungsi agar warga yang mengelola IPAL bisa mengawasi kondisi air yang sudah diolah. “Warga harus memastikan air di bak pengontrol tidak bercampur dengan sampah plastik dan sampah lainnya sebelum dibuang ke sungai terdekat,” tandasnya.

Adanya bangunan IPAL komunal ini, menurut Adhi membuat para pelaku UMKM merasa terbantu lantaran mereka tidak harus membuang sampah di sungai dan mendapat protes warga lain karena bau yang ditimbulkan. Pria yang menekuni bidang pengolahan air ini berharap agar para pelaku UMKM tersebut dapat dengan maksimal memanfaatkan IPAL gagasan timnya. “Dengan demikian, air limbah dalam jumlah yang tak sedikit tersebut tidak dibuang ke sungai dan mencemarinya,” pungkasnya. (*)

 

Reporter: Irwan Fitranto
Redaktur: Shinta Ulwiya 

Berita Terkait