ITS News

Kamis, 25 April 2024
20 Oktober 2021, 16:10

Kilas Balik Wacana Pemindahan Ibukota

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

Ardy Maulidy Navastra sebagai pembicara dalam webinar memaparkan materi mengenai gagasan mengenai pemindahan ibukota yang pernah muncul dari masa kolonial hingga masa Jokowi melalui aplikasi Zoom Meeting pada Sabtu (16/10).

Kampus ITS, ITS News – Secara kronologis, gagasan mengenai pemindahan ibukota sudah ada sejak zaman kolonial Saat itu, ibukota berkedudukan di Batavia (sekarang Jakarta, red). Lewat seminarnya, Kepala Laboratorium Pengembangan Perkotaan dan Desain ITS, Ardy Maulidy Navastara ST MT menjelaskan apa saja gagasan yang pernah muncul mengenai pemindahan ibukota dari masa kolonial hingga pada masa pemerintahan Joko Widodo.

Ardy menjelaskan, rencana perpindahan ibukota sudah ada sejak zaman kolonial yakni pada masa Herman Willem Daendels dan J.P Graaf van Limburg Stirum. Namun, hingga saat ini pemindahan ibukota masih belum berhasil direalisasikan.

Pada masa Daendels, ada gagasan ingin memindahkan Batavia ke Surabaya. Hal ini lantaran Surabaya merupakan pusat ekonomi baru. Selain itu, lanjut Ardy, Surabaya ditinjau sebagai kota yang ideal menjadi ibukota karena kota pelabuhan sekaligus kota pertahanan.

Pada era Stirum, Batavia ingin dipindahkan ke Bandung dengan alasan yang cukup menarik, yakni karena Belanda biasa dengan iklim dingin sehingga Bandung dinilai ideal. Disisi lain, selain berkembang sebagai perkebunan milik VOC, Bandung juga merupakan tempat peristirahatan Belanda. 

Dosen Departemen PWK ini menambahkan, Batavia sudah dinilai ahli sudah tidak layak menjadi sebuah ibukota karena wabah penyakit kolera yang menyebar di Batavia kala itu. Dilihat dari perkembangan infrastruktur di bandung seperti kantor pos besar dan industrI kereta api dipindahkan ke Bandung, berarti gagasan tersebut sebenarnya sudah dijalankan secara bertahap. Selain itu, pendapatan ekonomi bagi kolonial didukung oleh sektor perkebunan. “Bandung sendiri juga merupakan pusat perkebunan,” tuturnya.

Selain itu, dosen ini menambahkan, Palangkaraya juga dinilai ideal menjadi ibukota saat Soekarno berkuasa. Palangkaraya sudah didesain dan dibangun bertahap dengan tujuan menjadi ibukota. Jalanan yang lebar dapat membuktikan kota Palangkaraya pernah dicanangkan menjadi ibukota. Namun, gagasan ini tidak sampai, sehingga Soekarno menetapkan Jakarta sebagai ibukota seperti semula.

Gagasan baru muncul pada zaman soeharto, yakni ingin memindahkan Jakarta ke Jonggol, Jawa Barat. Sejak Jonggol ditetapkan sebagai kawasan kota mandiri, Jonggol dipilih menjadi kota yang cocok menjadi ibukota. Pusat bisnis Soeharto yang berada di Jonggol juga menjadi salah satu alasan memilih Jonggol menjadi ibukota.

Pada era Susilo Bambang Yudhoyono, tidak ada gagasan yang dinilai istimewa. Isu memindahkan ibukota pada era SBY hanya berupa wacana, tidak sampai berproses. Pada era ini hanya mengangkat isu lama, yaitu menyetujui gagasan Soekarno. Namun, terdapat gagasan yang tidak terlalu populer dan berhasil muncul, yakni gagasan Purwekerto sebagai tujuan ibukota baru. Hingga saat ini, belum ditemukan data pendukung yang menyatakan kelayakan kota dalam menjadi ibukota.

Memasuki 2017, saat Jokowi menjabat sebagai presiden, isu pemindahan ibukota semakin hangat. Ditinjau dari aspek perencanaan, gagasan, dan payung hukum relatif lebih serius. Kota Panajem Paser Utara terpilih menjadi calon ibukota.

Dalam masa pemerintahannya, Ardy meneruskan, Abdurrahman Wahid menetapkan tiga titik strategis yang ia jadikan sebagai dasar pengembangan. tiga titik strategis ini berada di Aceh, Kalimantan dan Pulau Biak. Pada masa ini, Aceh didorong menjadi pusat perdagangan Asia. Namun, beberapa negara seperti Singapura, Malaysia dan China terganggu dengan gagasan ini lantaran rute kapal besar akan beralih dari Singapura ke Aceh. 

Selanjutnya, Kalimantan dipilih menjadi titik strategis karena Kalimantan merupakan pusat logistik, di mana Gus Dur berencana akan mengembangkan sebuah industri logistik yang berskala Asia Pasifik. Sedangkan Pulau Biak digagas akan menjadi pusat peluncuran satelit Indonesia.

Jika melihat dari negara lain seperti Malaysia dan Pakistan, proses pemindahan ibukota memakan waktu yang tidak sebentar yakni sekitar 10-15 tahun. “Proses tersebut juga tidak mudah dan melalui proses yang sangat panjang,” pungkas Ardy mengakhiri. (*)

Reporter: ion26
Redaktur: Muhammad Faris Mahardika

 

Berita Terkait