ITS News

Selasa, 16 April 2024
16 Oktober 2021, 10:10

Angka Stunting Balita di Indonesia Masih Tinggi

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

Ilustrasi mengenai stunting pada anak. Sumber: suara.com

Kampus ITS, Opini – Nutrisi yang terpenuhi dengan baik, terutama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), adalah salah satu kunci utama dalam mencegah stunting pada anak. Namun berdasarkan data di lapangan, prevelensi stunting di Indonesia masih sangat tinggi sampai saat ini. Hal itu berarti pemenuhan kebutuhan nutrisi yang layak didapatkan oleh anak-anak di Indonesia masih di bawah standar.

Menurut World Health Organization (WHO), stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh gizi buruk, infeksi yang berulang, dan simulasi psikososial yang tidak memadai. Apabila seorang anak memiliki tinggi badan lebih dari -2 standar deviasi median pertumbuhan anak yang telah ditetapkan oleh WHO, maka ia dikatakan mengalami stunting.

Masalah stunting di Indonesia adalah ancaman serius yang memerlukan penanganan yang tepat. Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2019, prevelensi stunting di Indonesia mencapai 27,7%. Artinya, sekitar satu dari empat anak balita (lebih dari delapan juta anak) di Indonesia mengalami stunting. Angka tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu 20%.

Dalam upaya penanganan stunting di Indonesia, pemerintah sendiri sudah menargetkan Program Penurunan Stunting menjadi 14% pada tahun 2024 mendatang. Memenuhi target tersebut merupakan sebuah tantangan besar bagi pemerintah dan rakyat Indonesia di tengah pandemi ini. Terlebih lagi, aktivitas di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) kurang maksimal saat ini. Padahal, Posyandu adalah tonggak utama pemantau tumbuh kembang balita pada lingkup wilayah yang lebih kecil.

Selain itu, kondisi ekonomi di Indonesia selama pandemi berlangsung sedang tidak baik-baik saja. Di tengah angka kemiskinan dan pengangguran yang kian meningkat, tak dapat dipungkiri bahwa peningkatan terhadap prevelensi stunting di Indonesia mungkin saja terjadi. Faktor ekonomi keluarga berkaitan erat dengan terjadinya stunting pada anak. Hal ini karena kondisi ekonomi seseorang memengaruhi asupan gizi dan nutrisi yang didapatkannya.

Di Indonesia sendiri, akses terhadap makanan bergizi seimbang belum merata. Padahal faktor utama terjadinya stunting adalah kurangnya asupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Pertumbuhan otak dan tubuh berkembang pesat pada 1000 HPK yang dimulai sejak janin hingga anak berumur dua tahun. Pemenuhan gizi pada tahap tersebut sangat penting agar tumbuh kembang anak dapat optimal.

Pola asuh orang tua juga berperan penting dalam mencegah stunting. Oleh karena itu, perlu digencarkan penyuluhan kepada masyarakat mengenai bahaya stunting dan cara pencegahannya. Sehingga kelak ketika sudah menjadi orang tua diharapkan masyarakat dapat berperan dalam mencegah stunting sejak dini. Sehingga, prevelensi stunting di Indonesia tidak berada di angka mengkhawatirkan lagi.

Di Hari Pangan Sedunia pada 16 Oktober 2021 ini, diharapkan kesadaran mengenai pemenuhan pangan yang bergizi seimbang di kalangan masyarakat meningkat. Dengan tema yang diusung oleh Food World Organization (FOA) pada Hari Pangan Sedunia yaitu Our Actions are Our Future. Better production, better nutrition, a better environment, and better life, partisipasi seluruh masyarakat di dunia sangat penting untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.

Ditulis oleh:

Elsa Wahyuni Oktavia Ramadani

Mahasiswa Departemen Aktuaria

Angkatan 2021

Reporter On Job Training ITS Online

Berita Terkait