ITS News

Jumat, 19 April 2024
24 Agustus 2021, 10:08

CEO Baba Rafi Enterprise Bagikan Pemikiran Seorang Pengusaha

Oleh : itsram | | Source : ITS Online

Hendy Setiono, founder dan CEO Baba Rafi Enterprise saat mengisi talkshow IChETS

Kampus ITS, ITS News – Dibekali berbagai sumber daya, perjalanan Generasi Z untuk meniti karir sebagai seorang wirausahawan menjadi jauh lebih mudah di era digital ini. Tak hanya wawasan berbisnis, kiat untuk mengoptimalkan sumber daya digital ini perlu juga tidak kalah penting untuk dipelajari. Hal inilah yang dibagikan Chief Exceutive Officer (CEO) dari Baba Rafi Enterprise, Hendy Setiono pada Industrial Chemical Engineering Talk Show bertemakan Empowering a Competitive and Creative Generation in Digital Era.

Mengawali sesi pemateriannya, Hendy mengingatkan tentang sebuah pilar penting sebelum memulai segala proses, yakni menemukan urgensi dan keunikan produk. Hendy memberi contoh melalui bisnis kebab yang dirintisnya, bermula dari kecintaannya pada dunia kuliner. Merasa cocok dengan lidah Indonesia, pria yang pernah duduk di bangku Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini memutuskan membawa ke Indonesia makanan yang dicicipinya kala menyambangi Turki ini.

Berkat keunikan kebab yang belum pernah dijajakan di Indonesia sebelumnya, Hendy pun berhasil mencatatkan produk kebabnya ini sebagai top of mind hingga saat ini. Hendy berujar, dengan latar belakang dan keunikan yang kuat, produk yang ditawarkan akan memiliki specific category winner dalam menarik minat konsumen. “Jika sudah ada pesaingnya, maka cari keunikan lain agar konsumen bisa melihat keunggulan produk kita” tambah pemilik institusi sosial Hendy Setiono Foundation ini.

Usai pilar utama telah dibereskan, langkah selanjutnya adalah pemanfaatan sumber daya di era digital. Berbeda dengan era tahun 2003 kala Hendy merintis bisnis, kini berbagai media sosial seperti instagram, twitter, hingga titkok telah berkembang pesat dan bisa menjadi wadah promosi yang efektif. Besarnya dana promosi di media cetak seperti yang dulu Hendy habiskan untuk beriklan, kini dapat ditekan besar-besaran dengan penguasaan sumber daya digital. “Untuk promosi, sekarang hanya perlu rutin mengikuti topik yang viral,” ungkapnya.

Agar turut menjadi viral, Hendy berpendapat bahwa iklan akan lebih suskes jika mengandung story-telling di dalamnya. Sebab, kini konten yang bersifat interaktiflah yang digandrungi oleh warganet di media sosial. Selain itu, di era serba daring ini, membangun interaksi juga berfungsi untuk membangun kedekatan dan kepercayaan konsumen. “Iklan yang formatnya secara jelas-jelas hanya menawarkan produk saja, saya rasa sudah kurang relevan,” tegasnya.

Kiat berikutnya yang menurut Hendy juga harus dipikirkan adalah strategi jangka panjang. Mudahnya informasi tersebar ke segala penjuru saat ini, tidak selalu menjadi hal positif. Seiring cepatnya arus informasi, masyarakat akan lebih mudah melupakan hal dirasa lawas. Pria asal Surabaya ini menegaskan bahwa mengikuti topik tren yang sedang viral merupakan strategi yang bersifat jangka pendek, sehingga perlu dipersiapkan rencana untuk keberlanjutan bisnis jangka panjang.

Salah satu strategi jangka panjang menurut Hendy, yakni adanya inovasi yang terus berkembang dan tidak mudah berpuas diri. Hal ini juga dapat dilihat dari Baba Rafi Enterprise yang kini telah memiliki sepuluh brand yang tidak hanya dalam bidang kuliner, namun juga bidang kecantikan dan pertambakan udang.

Hendy Setiono CEO dari Baba Rafi Enterprise (Sumber: firmankasan.com)

Selain itu, strategi jangka panjang lain yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan pihak lain. Seperti yang dilakukan Hendy di balik Menantea, bisnis teh milik seorang youtuber muda, Jerome Polin. Dalam hal ini, Baba Rafi Enterprise membantu melalui kekuatan produksinya, sedangkan Jerome membantu melalui massa yang dimilikinya untuk sasaran promosi. “Dengan kolaborasi ini, sekarang berhasil dibuka 68 gerai Menantea dalam kurun waktu kurang dari enam bulan,” imbuhnya.

Menutup ceritanya, Hendy mengingatkan bahwa segala pekerjaan memiliki risiko, tak terkecuali bisnis. Oleh karenanya, baginya penting untuk ditanamkan dalam pikiran bahwa wirausaha bukan hanya sekadar inovasi, kreativitas dan keberanian, tetapi juga mengenai seni untuk melihat perilaku pasar dan tren. “Dalam berbisnis, intuisi kita dimainkan dalam melihat peta dari market behavior,” pungkasnya. (*)

Reporter: Gita Rama Mahardhika

Redaktur : Akhmad Rizqi Shafrizal

Berita Terkait