ITS News

Jumat, 19 April 2024
13 Mei 2021, 08:05

Menuai Hikmah Hari Raya Idul Fitri, Tanpa Mudik Lebaran

Oleh : | | Source : ITSOnline

Kartun Ilustrasi Eid Mubarak (sumber: pinterest.id).

Kampus ITS, ITS Opini — Tahun ini menjadi tahun kedua di mana lebaran masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Lagi, tahun ini tradisi mudik belum dapat didekati. Karena menjaga jarak masih harus dipatuhi demi kebaikan bersama. Meski berbeda dari biasanya, tiada hari raya tanpa hikmah tiap tahunnya. Meski berbeda, itu hanya menyoal bagaimana kita menyikapi, bukan apa yang kita sikapi.

Siapa kita berani mengecap bulan suci Ramadhan yang lalu berbeda? Dan siapa pula kita berani mengecap Syawal kali ini pun akan berbeda? Kalau boleh diibaratkan, Ramadhan lalu yang sepaket dengan Syawal kali ini adalah ibarat langit. Mau tak tampak mendungnya, tak tampak pelanginya, atau bulan dan bintangnya, langit tetaplah langit.

Begitu pun Ramadhan akan tetap menjadi bulan dengan segala keutamaannya, meski tanpa buka on the road dan bermain petasan, bahkan tanpa sholat Id di lapangan sekalipun. Apalagi, hanya karena tidak ada ritual mudik. Bukan berarti Hari Raya Idul Fitri dan satu bulan setelahnya (Syawal), menjadi bulan yang bergeser keutamaannya.

Ya, sejak hari pertama larangan mudik, tepatnya Kamis (6/5), pemerintah lewat Kementerian Perhubungan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah melakukan penyekatan arus lalu lintas di sejumlah titik. Hal itu dilakukan tak lain untuk mencegah klaster baru dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Satgas Penanganan Covid-19 dalam Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 menyatakan peniadaan mudik Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah sebagai upaya pengendalian penyebaran Covid-19 selama bulan suci Ramadhan dan setelahnya. Mendukung hal itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, turut mengeluarkan Surat Edaran Menaker RI Nomor M/7/HK.04/IV/2021 tentang Pembatasan Kegiatan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah bagi Pekerja.

Semua demi kebaikan bersama, oleh karenanya mobilitas masyarakat masih sangat perlu dibatasi agar dapat menekan penularan virus yang tak terlihat itu. Alhasil, bukan hanya mencegah penularan, tahun 2020 lalu, karena himbauan, anjuran, dan larangan yang dikeluarkan terkait mudik lebaran, angka kecelakaan lalu lintas menurun hingga 31% dari kasus normal. Sekali lagi semua demi kebaikan bersama, terlebih jika tidak ingin lebih lama menjalani libur lebaran hanya dari rumah sahaja.

Ngomong-ngomong soal mudik dan kaitannya dengan Hari Raya Idul Fitri, sejatinya mudik adalah tradisi kembali ke kampung serentak. Atau beberapa sumber lain menyebutnya, kembali ke udik. Tradisi ini biasanya dilakukan bersamaan dengan momentum dimana diri sudah seharusnya kembali kepada fitrahnya yang fitri, pada Hari Raya Idul Fitri. Jika mudik ke kampung halaman adalah sesuatu yang dilarang, saat ini, tidak demikian dengan mudik atau kembali ke kesejatian diri.

Kebahagiaan dan kesyukuran, nuansa perayaan Hari Kemenangan Idul Fitri (sumber: istock).

Hikmah Kesyukuran
Setelah satu bulan beriringan dengan beragam hambatan untuk mengoptimalkan peribadatan, sejatinya di situ kita belajar bab kesyukuran. Semua masyarakat dunia terdampak oleh pandemi kali ini. Perbedaannya ada pada apakah kita telah memetik hikmah dengan mensyukuri apa yang masih dapat kita lakukan meski terhalang kondisi? Ataukah justru kita tergolong orang-orang yang hanya memenuhi pikiran kita dengan berkeluh karena apa-apa yang tidak dapat kita lakukan di situasi pandemi?

Diberikan kesempatan menuntaskan Ramadhan tahun ini adalah keberkahan yang luar biasa. Belum terlambat untuk menjadi hamba yang bersyukur. Rasa syukur itu dapat tergambarkan oleh kuatnya tali silaturahmi yang menyelimuti nuansa Idul Fitri. Dengan berbagi kebahagiaan kepada sanak kerabat akan menjadikan kita hamba yang bersyukur. Tidak melulu dengan amplop THR, tahun ini, tidak juga dengan harus berbuah tangan berjumpa secara langsung, tetapi dapat dilakukan melalui aktivitas virtual yang lebih aman demi keselamatan orang-orang tersayang.

 

Hikmah Kefitrahan dan Ketaqwaan
Jika mudik ke kampung halaman saja diperlukan persiapan untuk menjalankannya, apalagi mudik ke kampung akhirat. Jika mudik ke kampung halaman kini dilarang dalam rentang waktu hingga 17 Mei mendatang, kita akan dipersilakan putar balik ke tempat keberangkatan. 

Tetapi, lain cerita untuk mudik ke kampung akhirat, tidak ada kata dapat kembali ke dunia lagi. Oleh karena itu, bulan Ramadhan sejatinya harus dimaknai sebagai bulan persiapan menuju bulan-bulan lain yang mana akan ada ragam ujian ketaqwaan yang menerpa.

Satu bulan lamanya persiapan menuju hari yang fitri, satu bulan itu juga sudah sepantasnya kita berpuasa karena iman dengan mengharapkan ridha Allah sehingga dosa-dosa kita yang telah lalu dapat terampuni (Hadis Riwayat Muttafaq‘alaih). Diri menjadi lebih suci seperti bayi. Maka, ibarat lembar kertas putih nan bersih, sudah sepantasnya pula kita membulatkan tekat kuat semangat menjalani hidup yang seterusnya dengan cara yang baik dan sesuai fitrah manusia.

Allah Maha Pengampun. Pada Hari Kemenangan ini rasanya ada yang kurang tanpa saling bermaaf-maafan, bukan? Sang Khaliq bermurah hati kepada kita memaafkan kesalahan-kesalahan kita, maka sudah sepatutnya sebagai makhluk-Nya kita saling bermaaf-maafan. Tidak selalu harus dengan tradisi sungkem, karena pada situasi ini keselamatan sanak saudara kita tetap prioritas, bukan?

Fakta kebiasaan setelah normal baru, silaturahim secara daring (sumber: shutterstock).Menciptakan Hikmah Persatuan di Tengah Pandemi
Hikmah lain dari momentum ini adalah kebersamaan dan persatuan. Suatu Hadis yang diriwayatkan Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah menyebutkan bahwa berpuasa adalah ibadah puasa dilakukan bersama-sama dan ber-Idul Fitri secara bersama-sama hingga ber-Idul Adha bersama-sama. 

Oleh karena itu, patut kita bergembira dan mensyukuri setiap kesempatan kita bisa memulai Ramadhan secara serempak dan menyambut Hari Raya Idul Fitri bersama-sama. Kebersamaan dan persatuan akan terasa begitu indah, kebahagiaan seolah sempurna.

Untuk itu, beberapa di bawah ini adalah beberapa hal yang menurut penulis dapat dilakukan sebagai bentuk alternatif menyambut kedatangan Syawal dan menghantarkan kepergian Ramadhan 1442 Hijriah secara aman namun tetap penuh hikmah:

Menyambut Hari Raya Idul Fitri dengan menghayati kembali tujuan satu bulan berpuasa. Tidak lupa, melanjutkan kebiasaan berbagi di bulan suci Ramadhan; sudah banyak platform online tempat berbagi, jika merasa kesulitan menemukan objek penerima manfaat. Berbagi kebahagiaan dengan menjalin silaturahmi, bertukar kabar, yang mana dapat memanfaatkan fitur video conference atau panggilan dan pesan suara atau pesan tertulis.

Bila ada tamu datang ke rumah, untuk menghindari kesan tidak sopan karena menolak kunjungannya, maka tetap terapkan protokol kesehatan saat menerima tamu. Tak ketinggalan, mengenakan pakaian terbaik ala lebaran seperti pada umumnya untuk menambah kesan khas hari lebaran. Dan jika terbiasa mengirim parsel, maka manfaatkan jasa pengiriman parsel untuk kerabat terkasih. Jika mau kirim THR, maka manfaatkan e-wallet yang sudah marak keberadaannya.

 

Ditulis oleh:
Kafa ‘Aisyana Ni’mah
Mahasiswa S-1 Departemen Teknik Geofisika
Angkatan 2019
Reporter ITS Online

Berita Terkait