ITS News

Kamis, 18 April 2024
28 Februari 2021, 07:02

Dosen FTK Diskusikan Penyebab Kerapnya Kecelakaan Feri di Indonesia

Oleh : itsri | | Source : ITS Online

(dari kiri atas) Ir Wasis Dwi Aryawan MSc PhD, Prof Dr Ir Heri Supomo MSc, Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc, Dr Ing Ir Setyo Nugroho, Dr Eng M Zikro ST MSc menjadi narasumber dalam webinar yang diadakan Senin (22/2) secara daring

Kampus ITS, ITS News — Beberapa hari yang lalu, Indonesia digegerkan atas terbaliknya Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Bili di Kalimantan Barat. Kecelakaan ini menarik perhatian para pengajar di Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), untuk mengadakan diskusi yang dikemas dalam bentuk webinar mengenai penyebab tenggelamnya kapal feri di Indonesia.

Mengawali diskusi, Dosen Teknik Perkapalan ITS Prof Dr Ir Heri Supomo MSc menjelaskan, pengkategorian jenis kecelakaan kapal harus dilakukan untuk bisa menentukan penyebabnya secara detail. Kecelakaan kapal feri yang sering terjadi di Indonesia yaitu kapal tubrukan, terbakar, kandas, dan tenggelam. “Sejak 2011 hingga 2017, yang paling sering itu kapal terbakar dan tenggelam,” ujar Heri, sapaan akrabnya.

Setiap kecelakaan memiliki penyebabnya masing-masing. Penyebab seperti kompetensi kru kapal yang minim, alat navigasi yang rusak, radar yang tidak dikalibrasi, alat navigasi tidak lengkap, hingga kekurangan pada sistem manajemen keselamatan. Bagi Heri, perlu dilakukan penelitian yang lebih spesifik pada tiap risk agent agar bisa mengetahui berapa besar pengaruhnya terhadap keselamatan kapal.

 

Dosen Teknik Perkapalan ITS, Prof Dr Ir Heri Supomo MSc menjelaskan berbagai kemungkinan yang bisa menjadi penyebab dalam terjadinya kecelakaan kapal

Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc, Dosen Teknik Sistem Perkapalan ITS pun angkat bicara dalam isu ini. Baginya, yang perlu diperhatikan adalah sumber daya manusia (SDM) yang ada di kapal itu sendiri. Sebab organisasi maritim seperti International Maritime Organization (IMO) telah memiliki aturan yang ketat terkait pelayaran. “Setiap ada kecelakaan, pasti akan dibuatkan aturan baru supaya tidak terulang lagi,” imbuhnya.

Ia pun memaparkan fakta bahwa pada kasus terbaliknya KMP Bili, kapal tersebut sedang dimuati sebelas truk dengan muatan penuh, 40 sepeda motor, dan dua mobil pribadi. Saat itu pula, cuaca sedang kurang bagus dengan adanya angin kencang yang bertiup.

Dosen yang kerap disapa Buda ini pun menanyakan apakah awak kapal sudah dengan benar menerapkan aturan yang disediakan. Pasalnya, aturan yang dikeluarkan IMO atau Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sudah sangat ketat dalam memberikan pedoman keselamatan transportasi air. “Seharusnya sebelum kapal feri berangkat, dilakukan pengecekan detail apakah kapal sudah memenuhi persyaratan,” tuturnya

Selain itu, Dr Eng M Zikro ST MSc juga menambahkan bahwa lingkungan bisa menjadi faktor besar dalam kecelakaan kapal. Berdasarkan data yang telah dikumpulkannya selama 30 tahun dari Japan Meteorological Agency, Indonesia bagian barat memiliki gelombang yang lebih tinggi dibandingkan bagian Indonesia lain. “Ini disebabkan karena adanya angin monsun yang bertiup antara Asia dan Australia,” ucap dosen Teknik Kelautan ITS ini.

Dosen Teknik Kelautan, Dr Eng M Zikro ST MSc (pojok kanan atas) menyampaikan mengenai data ketinggian gelombang di wilayah Indonesia

Sejalan dengan sebelumnya, faktor lingkungan bisa menjadi faktor utama jika SDM yang ada di kapal tidak kompeten. Zikro mengatakan, info dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)  terkait cuaca sudah sangat mudah untuk diakses oleh semua orang. Selain itu, peringatan dini tentunya akan disampaikan saat kapal hendak berangkat. “Tergantung awak kapalnya yang akan memperhatikan peringatan ini atau tidak,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Dr Ing Ir Setyo Nugroho, Dosen Teknik Transportasi Laut mengatakan, dengan metode manual yang sekarang sangat tidak mungkin dilakukan pengecekan dengan waktu interval kapal feri berangkat. Sebab kapal perlu waktu untuk menurunkan dan menaikkan muatan. Oleh sebab itu, perlu dibuat sebuah sistem yang didukung oleh teknologi informasi mengenai pengecekan kelayakan kapal secara detail.

Ia pun menekankan bahwa perlu dibuat sistem yang tidak hanya memperhatikan kapal, namun juga SDM dan lingkungan. Di SDM, perlu dilakukan pengecekan sertifikasi serta keahlian setiap awak kapal. Setiap awak kapal pun perlu mengindahkan berbagai peringatan yang dikeluarkan oleh BMKG agar bisa berlayar dengan aman. “Seharusnya kita meletakkan keselamatan pada urutan pertama, dengan begitu industri transportasi laut akan lebih sustain dan orang akan mau menggunakannya,” pungkasnya. (*)

 

Reporter: Muhammad Miftah Fakhrizal

Redaktur: Luthfi Fathur Rahman

Berita Terkait