ITS News

Selasa, 23 April 2024
20 Desember 2020, 00:12

Cara Cerdas Bela Negara di Era Digital

Oleh : itsram | | Source : ITS Online

Ilustrasi mencegah berita bohong dengan memanfaatkan teknologi (Oleh Chelsea Beck, Sumber: npr.org)

Kampus ITS, Opini – Undang-undang Dasar Tahun 1945 Pasal 27 ayat 3 mengungkapkan secara gamblang bahwa bela negara merupakan kewajiban setiap warga negara. Namun, bagaimana bentuk bela negara yang relevan pada era digital ini?

Bela negara memiliki spektrum yang sangat luas di berbagai lini kehidupan, mulai dari politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dari sini dapat disimpulkan, bela negara tidak hanya dilakukan oleh militer dengan kekuatan senjata, tetapi juga dilakukan oleh setiap warga negara dengan kemampuannya. Apalagi seiring perubahan zaman, bentuk ancaman bagi kedaulatan bangsa bukan lagi berupa serangan militer secara fisik.  

Di era digital ini, salah satu hal yang mengancam negara ialah hoaks atau berita bohong. Kemajuan teknologi memudahkan semua orang mengakses, membuat, atau menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya. Parahnya, penyebaran berita bohong ini bagaikan bola salju yang efeknya semakin lama semakin besar dan berpotensi menyebabkan perpecahan. Lebih-lebih jika isu yang “digoreng” berkaitan dengan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Ancaman berita hoaks bukan omong kosong. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan bahwa pada 2017 sudah terindikasi 800.000 situs web penyebar berita bohong. Selain itu, Kemenkominfo juga mencatat bahwa dari 40.000 media yang mengklaim diri sebagai media online, hanya 300 yang sudah terverifikasi oleh Dewan Pers. Sungguh, internet merupakan pisau bermata dua.

Ilustrasi menghentikan berita palsu dan hoaks (sumber: bbc.com)

Masifnya penyebaran hoaks ini terasa pada Pemilu Presiden 2019 lalu. Efeknya, masyarakat terpolarisasi menjadi dua kubu yang bahkan sampai hari ini masih sering cekcok di media sosial. Selain itu, ribuan hoaks juga memperparah situasi pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia. Akibatnya, tidak sedikit yang percaya bahwa Covid-19 hanyalah konspirasi belaka.

Padahal, berdasarkan data dari Center for Systems Science and Engineering (CSSE) di Johns Hopkins University (JHU), pada 3 Desember 2020, Indonesia berhasil pecahkan rekor dengan 8369 kasus positif dalam satu hari. Nilai ini empat kali lebih banyak dari kasus harian Indonesia pada Agustus. Akibat termakan hoaks, masyarakat Indonesia seolah menutup mata dari fakta ini.

Dari dua kasus di atas, dapat diketahui bahwa hoaks tidak sekadar kesalahan informasi yang lewat begitu saja. Nyatanya, berita bohong mampu berimbas pada masalah sosial, kesehatan, dan ekonomi di suatu negara. Oleh karena itu, sebagai generasi yang cakap dalam teknologi, tugas pemuda adalah membantu mengkampanyekan gerakan anti hoaks agar informasi yang didapatkan oleh seluruh masyarakat adalah faktual.

Sebuah ungkapan mengatakan bahwa kita tidak memiliki cukup tangan untuk menutup mulut semua orang, tetapi kita memiliki cukup tangan untuk menutup telinga kita sendiri. Konteks ini bisa diadaptasi pada kasus penyebaran hoaks. Kita tidak mampu menghilangkan seluruh hoaks di internet, namun kita dapat memproteksi diri dengan memfilter berita yang kita dapatkan. Kondisi ini juga biasa dikenal dengan gerakan “Saring sebelum Sharing”.

Ilustrasi “Saring sebelum Sharing” sebagai upaya pemutusan rantai penyebaran hoaks (Sumber: www.djkn.kemenkeu.go.id)

Langkah pertama yang dapat dilakukan untuk mencegah hoaks adalah dengan membaca seluruh isi artikel. Tidak dipungkiri dengan beralihnya media cetak ke media online, jumlah kunjungan situs menjadi hal penting agar sebuah media online mampu bertahan. Tidak heran jika kemudian berbagai portal berita menjadi media cetek yang memakai jurus judul clickbait untuk menarik perhatian pembaca.

Hasilnya, berbagai berita di internet lahir dengan judul terlalu sensasional bahkan seringkali tidak berhubungan dengan isinya. Inilah mengapa, membaca keseluruhan berita menjadi penting dilakukan oleh pembaca cerdas. Pembaca juga perlu memperhatikan kredibilitas sumber informasi yang dikutip media pada berita.

Selain itu, hoaks yang menyebar cepat akibat kemajuan teknologi harus dicegah juga dengan pemanfaatan kemajuan teknologi. Terdapat situs pengecekan berita bohong yang bisa dimanfaatkan untuk mencari tahu kebenaran informasi, beberapa diantaranya yakni turnbackhoax.id dan cekfakta.com. Selain itu, ada pula platform untuk melaporkan hoaks yakni aduankonten.id oleh Kemenkominfo Indonesia.

Tidak boleh sekadar memakai smartphone (gawai cerdas), penting bagi kita untuk menjadi smart user (pengguna cerdas). Pilah-pilah informasi sebelum dibagikan. Sebab, dengan menghentikan satu berita hoaks menyebar ke orang lain, anda telah berkontribusi dalam membela negara. #AyoBelaIndonesiaku, karena Indonesia rumah kita bersama.

 

Gita Rama Mahardhika

Mahasiswa Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota

Angkatan 2018

Reporter ITS Online

Berita Terkait