ITS News

Sabtu, 20 April 2024
14 November 2020, 18:11

ITS di Mata Mereka: Potensi Kontribusi ITS dari Kacamata UI

Oleh : itsmad | | Source : https://www.its.ac.id

Rektor UI, Prof Ari Kuncoro SE MA PhD (Sumber: Humas UI)

Kampus ITS, ITS News   Ditinjau secara geografis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berada di posisi yang sangat strategis. Dibarengi sumber daya di bidang teknologi yang kuat, serta kolaborasi dengan berbagai pihak, menjadi potensi besar ITS untuk berkontribusi bagi negeri. Demikian pandangan Rektor Universitas Indonesia (UI) tentang ITS sebagai rekan maupun pesaing sesama perguruan tinggi di Indonesia.

Diwawancarai secara virtual, Rektor UI, Prof Ari Kuncoro SE MA PhD menegaskan bahwa faktor geografis berperan besar dalam menentukan potensi sebuah lembaga. Dibanding sejumlah perguruan tinggi lainnya, posisi ITS di Kota Surabaya merupakan posisi yang sangat strategis. Sehingga pada zaman penjajahan, wilayah ini dijadikan pangkalan angkatan laut. “Tepat berada di tengah wilayah Indonesia, ITS dapat mengakses wilayah Indonesia timur dan barat dengan mudah,” ujarnya.

Oleh karena kondisi geografis tersebut, pria yang kerap disapa Ari ini menilai, potensi ITS dapat dimanfaatkan secara maksimal. Ia mencontohkan, dalam dunia maritim, pembuatan kapal-kapal kecil seperti kapal penangkap ikan dapat dipertimbangkan oleh ITS. Hal ini bertujuan agar nelayan di negeri ini dapat melaut lebih luas, tidak hanya sejauh 12 mil saja. “Tidak perlu terlalu besar, yang penting dilengkapi freezer, alat komunikasi dan lain sebagainya,”ujar rektor yang sering mengajar di Amerika Serikat ini.

Selain itu, Ari menilai, ITS dapat memanfaatkan besarnya potensi pantai utara Jawa Timur, seperti wilayah Pasuruan, Situbondo dan Bondowoso. Tujuannya, untuk meringankan beban kerja di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Sebab, kini Pelabuhan Tanjung Perak telah kewalahan akibat terlalu sibuknya beban kerja pelabuhan di dalamnya. “Dulu pemerintah Hindia-Belanda menggunakan Pelabuhan Panarukan untuk ekspor ke Eropa, jadi besar sekali potensinya untuk dihidupkan kembali,” tutur pria yang menamatkan program doktornya dari Brown University

Ari menambahkan, teknologi robot yang dimiliki ITS juga berpotensi besar untuk diproduksi massal. Sebab, seiring berjalannya waktu, industri manufaktur memerlukan robot untuk melakukan kegiatan yang repetitif dan berbahaya. Sebagai gantinya, tenaga kerja yang tergeser oleh robot, dapat dialihkan ke analisa data yang kini harus dilakukan secara real time. “Ini cocok dengan keunggulan yang dimiliki ITS di bidang robotik maupun sistem informasi,” sambung pria yang juga menjabat sebagai Wakil Komisaris Utama Bank Rakyat Indonesia ini.

Pentingnya Kolaborasi

Selain mengandalkan kekuatan sendiri, untuk mengembangkan potensi, Ari menyampaikan bahwa perluasan jaringan dengan perguruan tinggi di luar negeri perlu dilakukan ITS. Misalnya saja, dimulai dari regenerasi pengajar yang merupakan alumni perguruan tinggi luar negeri. Melalui pengajar tersebut, kontak dengan perguruan tinggi luar negeri dapat terjalin dengan mudah. “Penting juga untuk memilih rekan yang bereputasi, agar saling menguatkan ide, sampai terwujud sebuah inovasi,” imbuhnya.

Ari kembali menjelaskan bahwa kolaborasi ini tidak bisa tiba-tiba terwujud, harus melalui pendekatan-pendekatan terlebih dahulu. Berbagai model pendekatan pun dapat dilakukan, salah satunya dengan saling bertukar undangan guru besar ke wilayah masing-masing, serta pelayanan sosial  yang memuaskan. “Bisa saja kita mengundang guru besar sana, kemudian kita ajak berkeliling ke Gunung Bromo, itu akan mendekatkan satu sama lain,” jelasnya.

Memang, jelas Ari, pendekatan secara halus (soft approach) dengan perguruan tinggi lain lebih meningkatkan keakraban, daripada pendekatan secara resmi. Targetnya, adalah timbulnya hubungan pertemanan, bukan hanya rekan saja. Sebab, apabila hubungan ini terjalin, kolaborasi akan lebih mudah direalisasikan. “Jadi bisa menggunakan pendekatan kultural, karena yang dicari adalah sesuatu yang ada jiwanya, tidak hanya MoU (Memorandum of Understanding) saja,” terangnya.

Klasterisasi Perguruan Tinggi

Selain melalui usaha sendiri, ujar Ari, kolaborasi dapat difasilitasi melalui klasterisasi perguruan tinggi yang memiliki rumpun ilmu yang sama. Namun sebelumnya, perlu dilakukan program untuk mengawali, seperti adanya program executive education para rektor atau dosen ke luar negeri. “Jadi pertukaran ide yang didapat di sana (perguruan tinggi luar negeri, red) dapat dilanjutkan di Indonesia,” ucapnya.

Sedangkan untuk klasterisasi antar perguruan tinggi nasional, diperlukan pemicu berupa poin khusus pada dana insentif bagi perguruan tinggi yang telah melakukan kolaborasi. Sebab, iklim persaingan antar perguruan tinggi nasional masih harus dipicu untuk menciptakan persaingan yang lebih bersahabat. “Seperti untuk merdeka belajar, diperlukan komunikasi lebih lanjut antar perguruan tinggi. Bisa difasilitasi oleh Ditjen Dikti dalam satu forum di Solo atau Semarang misalnya,” terangnya.

Harapan Untuk ITS

Pada perayaan Dies Natalis ITS ke-60 ini, Ari berharap kolaborasi-kolaborasi dapat terjalin lebih luas, termasuk antar perguruan tinggi nasional. Dengan adanya hubungan yang lebih erat ini, ia yakin perkembangan perguruan tinggi nasional akan semakin cepat. “Jika iklim perguruan tinggi nasional bersahabat, akan lebih mudah bekerja sama membangun negeri,” ungkapnya.

Selain itu, untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi, fokus dalam pengembangan teknologi harus tetap diperhatikan oleh ITS. Sebagai kampus teknologi, perkembangan demi perkembangan teknologi harus diikuti, salah satu melalui jaringan di luar negeri. “Pengembangan ide harus tetap berjalan. Tidak perlu banyak, yang penting bisa dikembangkan hingga lima sampai sepuluh tahun sebelum zamannya,” pungkasnya menutup. (mad/hen)

Berita Terkait