ITS News

Kamis, 25 April 2024
03 Mei 2020, 04:05

Melirik Potensi Kekayaan Bahasa Indonesia

Oleh : itsdik | | Source : ITS Online

Indonesia memiliki 742 bahasa daerah dengan satu bahasa persatuan, bahasa Indonesia

Kampus ITS, Opini — Beberapa waktu lalu, mulai terpikir dalam benak saya bahwa Indonesia adalah negara yang seharusnya kaya. Bukan soal kekayaan alam yang melimpah, bukan pula soal tingginya pendapatan per kapita. Kekayaan di sini adalah satu jenis kekayaan yang mempersatukan Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote. Tidak lain dan tidak bukan ialah bahasa Indonesia.

Sejak abad ke-20 awal, bahasa Indonesia telah rutin dikumandangkan di hadapan penjajah. Puncaknya, pada deklarasi Sumpah Pemuda 1928, tercetuslah ikrar bahwa bahasa ini adalah bahasa persatuan yang menyatukan seluruh putra-putri bangsa. Dalam pengesahan pasal Undang-Undang Dasar 1945, satu hari setelah proklamasi kemerdekaan, akhirnya bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa utama milik negara dan tetap digunakan hingga kini.

Sejak saat itu, bahasa Indonesia berkembang pelan-pelan namun pasti. Pada 25 Juni 1938, Kongres Bahasa Indonesia (KBI) diadakan untuk pertama kalinya. Kongres tersebut bertujuan untuk mengatur dasar penggunaan bahasa atas kesepakatan bersama. Putusan kongres terebut telah dirangkum oleh Badan Bahasa (lihat di sini).

Seiring berjalannya waktu, bahasa Indonesia terus mengalami pembaruan. Setiap tahunnya, ia rutin mendapat tambahan kosa kata agar semakin kaya. Tercatat sejak terakhir diperbarui pada 2016 silam, terdapat 127.036 jumlah lema beserta maknanya. Masih kalah telak jika dibandingkan dengan jumlah kosa kata pada bahasa Inggris yang telah menginjak angka lebih dari satu juta lema.

Lantas, mengapa di awal tulisan, saya menyatakan bahwa bahasa Indonesia seharusnya adalah bahasa yang kaya raya?

Alasannya cukup sederhana. Dewasa ini, bahasa Indonesia memiliki konkuren berupa bahasa asing dan bahasa gaul yang merajalela. Bahkan, tidak jarang kedua bahasa tersebut diserap ke dalam lema Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Melihat hal tersebut, sudah sepantasnya bahasa daerah di negeri ini—yang tercatat berjumlah 742 macam bahasa—diserap sebanyak mungkin ke dalam bahasa Indonesia.

Serapan bahasa daerah yang berjuta ragamnya, jelas akan memperkaya perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia serta melestarikan bahasa daerah tersebut. Di samping itu, anak bangsa juga dapat mengurangi penggunaan bahasa asing. Hal ini lantaran hadirnya kata yang masih belum memiliki terjemahan bahasa Indonesia, namun memiliki kata dalam bahasa daerah yang dapat diserap.

Tampilan laman Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)

Saya mengambil contoh kata filtrum. Beberapa dari kalian pasti masih awam terhadap kata bahasa Inggris yang memiliki arti alur di antara hidung dan mulut tersebut. Jika kalian melihat ke KBBI terkini, rupanya kata filtrum telah memiliki terjemahan ke dalam bahasa Indonesia yakni oreng. Usut punya usut, oreng merupakan salah satu kata yang diserap dari bahasa Madura.

Sedikit mundur ke belakang, terdapat dua contoh kata lain dalam bahasa Indonesia yang telah familier di telinga kita semua, akan tetapi lahir dari bahasa daerah. Sebut saja santai dan asoi. Kata santai merupakan serapan dari bahasa palembang dari kata relax. Sementara asoi merupakan serapan dari bahasa sunda yang berarti enak.

Saya yakin, seiring berjalannya waktu, penambahan kata dari bahasa-bahasa daerah ini akan membantu tercapainya potensi maksimal atas kekayaan bahasa Indonesia. Akan tetapi, untuk mencapai potensi maksimal tersebut, perlu andil besar dari pengguna bahasa daerah yang bersangkutan dan para pemerhati bahasa yang ada. Perlahan tapi pasti, saya optimis, bahasa Indonesia akan menjadi salah satu bahasa terkaya di dunia. Serta anak bangsa pun akan bangga ketika menggunakan bahasa persatuan ini dalam kehidupan sehari-hari.

Ditulis Oleh:
Muhammad Faris Mahardika T
Angkatan 2018
Mahasiswa Teknik Kelautan
Reporter ITS Online

Berita Terkait