ITS News

Sabtu, 27 April 2024
07 Maret 2020, 04:03

Kupas Tuntas Metode Sampling dan Fakta Kelelawar

Oleh : | | Source : ITS Online

Ilustrasi kelelawar di malam hari (Sumber gambar: Dictio.Id)

Kampus ITS, ITS News — Kelelawar, hewan yang termasuk golongan mamalia terbang tersebut kini sedang hangat dibicarakan perihal hubungannya dengan wabah yang sedang marak. Demi mengedukasi mahasiswa mengenai kelelawar, Departemen Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggelar kuliah tamu bertajuk Metode Sampling dan Ekologi Chiroptera. Tak hanya membahas metode sampling yang berbeda dari binatang lain, kuliah tamu ini juga membahas mengenai fakta menarik kelelawar, Rabu (4/3).

Mengawali materinya, Kurnia Ahmadin SSi memaparkan bahwa metode sampling merupakan cara menangkap kelelawar yang akan dijadikan bahan penelitian. “Penelitian itu sendiri ditujukan untuk mengeksplorasi jenis atau spesies kelelawar yang belum diketahui,” ujar lelaki yang akrab disapa Kurnia tersebut.

Metode sampling, lanjut Kurnia, diperlukan untuk menghindari kecelakan saat proses penangkapan kelelawar. Ia menambahkan bahwa masing-masing jenis kelelawar memiliki cara penangkapan yang berbeda. Di Indonesia sendiri terdapat dua jenis kelelawar, yakni kelelawar makro dan kelelawar mikro. “Keduanya memiliki ciri khas dan karakteristik yang berbeda,” urainya.

Alumnus Universitas Negeri Yogyakarta ini memaparkan bahwa kelelawar makro adalah jenis yang biasa memakan buah-buahan. Karena memiliki ukuran tubuh yang cukup besar, kelelawar jenis ini biasanya kurang lincah. Di Indonesia, kelelawar yang berperawakan seperti beruang atau anjing ini memiliki banyak macam.

Berkebalikan dengan kelelawar makro, Kurnia mengatakan bahwa jenis mikro memiliki tubuh yang kecil dan lincah, bertelinga besar, serta berwajah seperti babi. Kelelawar mikro memiliki penglihatan yang tidak terlalu baik, sehingga lebih mengandalkan kemampuan ekolokasinya. Ekolokasi sendiri adalah kemampuan mengeluarkan dan mendengarkan pantulan bunyi yang dipantulkan oleh objek-objek di sekitarnya.

Untuk cara menangkapnya, kelelawar makro, yang biasa berada di tempat terbuka seperti sawah, dapat ditangkap menggunakan jaring kabut atau mist net, yakni jaring perangkap yang sangat halus. Adapun untuk kelelawar mikro, Kurnia menyampaikan bahwa lebih cocok ditangkap menggunakan jaring hapa. Berhabitat di hutan membuat kelelawar jenis ini cukup terhambat dengan pepohonan, sehingga jaring hapa dapat digunakan di celah sempit antara pepohonan.

Mengenai keselamatan, laki-laki yang juga merupakan anggota Komunitas Birdpacker ini menjelaskan bahwa ada ketentuan yang perlu ditaati untuk meminimalisir kecelakaan pada proses penangkapan. Diantaranya memakai jas lab, mengenakan penutup kepala, menggunakan masker serta sarung tangan tebal. “Sarung tangan itu bertujuan untuk menghindari cakaran dan gigitan kelelawar,” tuturnya.

Laki-laki yang telah berkecimpung dalam pengamatan kelelawar selama tujuh tahun ini mengingatkan bahwa kelelawar dapat menularkan virus rabies. Sehingga saat hendak melakukan penangkapan, disarankan untuk terlebih dahulu melakukan vaksinasi anti rabies. “Karena vaksin tersebut memiliki masa aktif satu tahun, maka harus diperbaharui setiap tahun,” tambahnya.

Fakta menarik lain yang juga diungkapkan dalam kuliah tamu ini adalah bahwa kelelawar merupakan reservoir virus. Singkatnya, kelelawar itu menjaga kontak virus langsung dengan manusia. Kelelawar memiliki imunitas yang tinggi sehingga kebal terhadap virus. “Ia terjangkit, namun dapat menjaga agar virus itu tidak keluar dari tubuhnya,” ungkapnya.

Kurnia juga menuturkan bahwa beberapa kelelawar merupakan penyerbuk alami bagi beberapa tanaman yang bunganya mekar di malam hari seperti durian, petai, dan pisang. Selain itu, kelelawar juga menjadi pemangsa alami bagi 500 lebih jenis serangga. “Itu sebabnya kelelawar dapat mencegah pembludakan serangga,” paparnya.

Di akhir presentasinya, Kurnia menyampaikan bahwa kelelawar di tiap negara memiliki karakteristik yang berbeda, atau bisa disebut endemik. Sehingga hasil penelitian akan menjadi berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Akan tetapi, penelitian mengenai kelelawar di Indonesia masih minim. “Karena minimnya penelitian tentang kelelawar di Indonesia, semoga minat mahasiswa akan meningkat untuk menjadi calon peneliti dan pengamat kelelawar,” pungkasnya. (ai/id)

Berita Terkait