ITS News

Jumat, 19 April 2024
07 Januari 2020, 14:01

Mitigasi Komperehensif Bencana Banjir

Oleh : itsmis | | Source : www.its.ac.id

Kampus ITS,Opini — Musim hujan baru dimulai, banjir sudah menerjang berbagai provinsi di Indonesia. Sebagian besar media memberitakan kejadian banjir di mana-mana. Namun sayangnya, media selalu menyebutkan hujan deras penyebabnya, ini bisa membingungkan literasi tentang banjir tersebut. Sebab, hujan hampir pasti datang dan akan melewati jalan yang sama, bila ada masalah pada jalannya air, maka banjir tak terhindarkan.

Mitigasi banjir tidak bisa dilakukan secara parsial atau segmental, tapi harus komprehensif sepanjang sungai dari hulu sampai hilir. Mitigasi harus segera dilakukan sebab seluruh perangkat daerah dan pusat dikomandani oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi, kabupaten, atau kota. Beberapa waktu ke depan akan masih ada bencana banjir, karena hujan dengan intensitas tinggi akan terus terjadi hingga bulan Maret 2020.

Memang diakui biaya mitigasi itu mahal, tapi jelas lebih mahal merekonstruksi kerusakan dan mengganti kerugian ekonomi yang ditimbulkan. Pada tahun 2012, PBB mencatat biaya mitigasi sebesar 1 dollar Amerika setara dengan 7 dollar biaya kedaruratan dan pemulihan. Lebih buruk lagi, jika ada korban jiwa, maka nyawa tidak ternilai harganya. Untuk kajian detail mitigasi, diperlukan penyusuran sungai dari hulu sampai hilir. Sehingga kita akan tahu bahwa telah terjadi perubahan yang sangat luar biasa di bagian puncak, bagian tengah, dan bagian hilir.

Perubahan di bagian hulu

Di bagian puncak gunung sudah didominasi menjadi kawasan wisata, permukiman, hotel, vila, perkebunan, dan pertanian semusim. Air hujan yang seharusnya meresap ke dalam tanah berubah menjadi air permukaan yang akan mendorong terjadinya erosi tanah. Tanah hasil erosi akan masuk ke sungai dan mengakibatkan pendangkalan  pada sungai atau saluran. Hasilnya, daya tampung sungai atau saluran berkurang dan akan meluap. Kalau erosi terjadi tiap tahun dan sedimentasi atau pendangkalan semakin tebal, maka air permukaan yang masuk ke sungai semakin tidak tertampung dan areal yang kebanjiran akan semakin meluas tiap tahun.

Lapisan tanah di lereng juga akan kritis dan akan mudah longsor. Selama ini tanah di lereng bisa menempel karena adanya akar pohon. Dengan berubah menjadi tanaman semusim, akar serabut pohon tanaman semusim tidak dapat meningkatkan kohesi atau aya ikat tanah. Akar serabut ini tidaklah sama dengan akar tunjang yang berfungsi sebagai angker atau paku. Lebih parah lagi, jika tutupan lahan di daerah hulu ini adalah lahan terbangun, seperti hotel, villa, dan perumahan, maka kemungkinan longsor sangat besar terjadi. Tanah longsor yang masuk ke sungai bisa diikuti banjir bandang.

Perubahan di bagian tengah

Sedimentasi sungai yang tebal menyebabkan tambahan ruang di bantaran sungai. Tambahan ruang tersebut menggiurkan banyak orang untuk menempati tanah pangeran itu. Alhasil, orang mulai berdatangan beramai-ramai membuat rumah tiap tahun. Perubahan fungsi yang awalnya dipersiapkan untuk jalan air berubah menjadi kawasan permukiman permanen padat. Yang lebih mengenaskan, sungai dijadikan tempat sampah. Saat volume air besar, lembah sungai tidak bisa menampung lagi sehingga air meluap menjadi banjir. Karena semakin banyak permukiman di sepanjang sungai, maka jalan air semakin sempit sehingga banjir juga akan semakin meluas. Awalnya, hanya membanjiri pemukim liar di lembah sungai yang kebanjiran, saat jalan air semakin sempit, maka banjir akan meluas ke tempat lain yang awalnya tidak pernah kebanjiran.

Perubahan di bagian hilir

Bagian tengah dan hilir terjadi pemompaan air tanah dan pembangunan tanpa mempertimbangkan cadangan sumber daya air. Di beberapa tempat, pengambilan air tanah melebihi volume cadangan yang diijinkan. Hal ini mengakibatkan amblesan secara perlahan-lahan atau cepat. Salah satu tanda telah terjadi amblesan adalah munculnya genangan yang dulunya belum pernah tergenang.

Manajemen risiko banjir

Penanganan risiko harus dilakukan di seluruh bagian secara komprehensif dari hulu sampai hilir, sehingga risiko bencana musiman ini bisa dikurangi bahkan mungkin bisa dicegah. Kerja sama antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten atau kota menjadi keharusan karena air permukaan atau air banjir tidak akan mengenal batas administratif. Pemodelan dapat memberikan gambaran simulasi yang akurat, sehingga memberikan ruang bergerak yang cukup untuk evakuasi. Pemodelan yang akurat akan memberikan tawaran tindakan solutif yang paling efektif untuk pengurangan risiko bencana banjir.

Kesimpulannya, tindakan terukur dan kerja sama menjadi keharusan sebuah penanganan risiko banjir.

Ditulis oleh:

Dr Ir Amien Widodo MSi dan Adjie Pamungkas ST MDevPlg PhD

Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS

 

Berita Terkait