ITS News

Jumat, 19 April 2024
23 November 2019, 17:11

Bakti Kami untuk Negeri: PDPM, Bentuk Tanggung Jawab Sosial ITS untuk Masyarakat

Oleh : itsmia | | Source : ITS Online

Desain Gerbang Depan Gang Dolly yang dirancang oleh ITS dalam proyek alih citra kawasan Eks Lokalisasi Dolly.

Kampus ITS, ITS News – Pada hakikatnya setiap orang,  kelompok dan organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Tanggung jawab ini berupa etika dan kemampuan berbuat baik pada lingkungan berdasarkan aturan, nilai dan kebutuhan masyarakat. Adapun bentuk pelaksanaan tanggung jawab sosial Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) adalah melalui program pemberdayaan masyarakat yang dicanangkan oleh Pusat Studi Potensi Potensi Daerah dan Pengabdian Masyarakat (PDPM).

Berawal dari kerjasama antara ITS dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2000,  PDPM dibentuk untuk mengadakan riset, pelatihan, dan pendampingan dalam berbagai aspek pembangunan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Setidaknya, ada empat agenda besar PDPM diantaranya, penelitian sekaligus pengabdian masyarakat, pelayanan, pelatihan, dan pendampingan.

Berdasarkan informasi yang dikemukakan Kepala Pusat Studi PDPM ITS Dr Ir Setiawan MS, fokus penelitian dan pengabdian masyarakat PDPM antara lain, alih citra kawasan eks lokalisasi menjadi kawasan wisata edukasi berbasis industri kreatif, serta membentuk kawasan cerdas berteknologi, berwawasan bahari dan lingkungan di kelurahan sekitar kampus ITS. Ada pula isu sanitasi dan penyediaan air minum berbasis pemberdayaan masyarakat, melakukan pendampingan pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, pengembangan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) dan Kebutuhan IPTEK untuk peningkatan daya saing, serta kemiskinan dan pengembangan potensi daerah.

Lebih lanjut, Setiawan menjelaskan dalam melaksanakan pengabdiannya, ITS membagi kawasan prioritasnya menjadi tiga ring. Ring satu adalah kelurahan yang berdampingan langsung dengan ITS, seperti kelurahan Keputih, Gebang Putih dan Kejawan Putih Tambak. Ring dua merupakan kawasan luar ring satu yang berada di Kota Surabaya. Dalam hal ini, ITS mengambil prioritas kawasan eks-lokalisasi Dolly. “Terakhir adalah ring tiga yang merupakan kota selain Surabaya di Jawa Timur,” ujarnya.

Kampung Berkelanjutan dan Kampung Literasi

Budidaya hidroponik menggunakan pipa.  

Dalam agenda 21 Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2014), disebutkan bahwa permukiman perkotaan berkelanjutan adalah upaya yang berkelanjutan untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas lingkungan sebagai tempat hidup dan bekerja semua orang. Konsepsi permukiman perkotaan berkelanjutan bermakna meningkatkan kualitas hidup yang memadukan tiga aspek, yakni social development, economic growth, environmental protection. “Oleh karena itu, ITS mengadakan program Kampung Berkelanjutan yang mencakup empat aspek, yakni kesehatan, lingkungan,  dan pemberdayaan ekonomi,” ungkap dosen Teknik Fisika itu.

Pada aspek kesehatan, ITS berusaha menjamin penyediaan sanitasi dan air bersih bagi tiga kelurahan di ring satu. Yang dulunya belum memiliki sekitar 250 jamban dan septic tank, sekarang tersisa empat puluh rumah tangga yang belum memilikinya. Program yang terlihat simpel ini nyatanya sangat penting, “Sebab lingkungan dan budaya kotor dapat mengundang penyakit bagi masyarakat itu sendiri,” tuturnya.

Pada aspek lingkungan, dosen lulusan Institut Pertanian Bogor itu menjelaskan, ITS berusaha menjamin kenyamanan masyarakat melalui pengadaan ruang-ruang publik untuk berinteraksi. Salah satunya adalah pengadaan taman lansia dan pengadaan mural di tembok gang. Lalu menurutnya, yang tak kalah penting adalah aspek pemberdayaan ekonomi melalui sampah plastik, hidroponik, dan budidaya cacing. Pun masyarakat mendapatkan pelatihan kerajinan dan berkebun untuk mampu memenuhi kebutuhan sendiri hingga untuk komersil. “Misalnya melalui sampah plastik mereka bisa membuat kerajinan seperti kursi dari ecobrick dan membuat jajanan seperti pastel dari hasil kebun hidroponik,” tambahnya.

Sri Mina Rahayu, Ketua Penggerak Hidroponik Surabaya yang juga merupakan warga Mulyorejo mengemukakan betapa pentingnya peran ITS dalam membingkai kampungnya melalui program hidroponik. Hingga saat ini, Sri dan masyarakat Mulyorejo telah mencoba berbagai jenis tanaman untuk dijadikan hidroponik mulai dari sayuran hingga buah labu. Tanaman hidroponik inipun sudah dapat dijual dan memiliki mitra tetap dengan perumahan Pakuwon dan Wisma Permai. “Selain keuntungan dalam rasa dan higienitas, program hidroponik ini dapat menjadi media menabung,” imbuhnya. 

Semenjak ada ITS sebagai mitra, Sri dan masyarakat lainnya mengaku semakin percaya diri. Ia pun merasa terbantu mulai dari dana, peralatan, maupun penyediaan pelatihan. Lanjutnya, tim PDPM ITS merupakan panutan baginya dan masyarakat, sebab ia merasa memiliki teman, guru, dan juga penasehat.  “Enak dengan ITS, kalau butuh sesuatu atau ada masalah apa-apa bisa tinggal konsultasi,” ungkap Sri. 

Sementara itu, program yang bernama Kampung Literasi merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan oleh PDPM ITS, Perpustakaan ITS dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya. Program yang dimulai pada pertengahan Juli 2019 ini memiliki tujuan untuk mendorong terjadinya pembiasaan masyarakat terhadap aktivitas membaca berbagai jenis teks atau wacana, serta melakukan pemberdayaan Taman Baca Masyarakat (TBM)  sesuai dengan kebutuhan. Sehingga, diharapkan kegiatan ini akan menjadi cikal bakal terbentuknya laboratorium belajar di TBM kawasan sekitar ITS.

Sesuai usulan Perpustakaan Kota Surabaya, terdapat lima TBM yang dikelola PDPM yaitu TBM RW 3 Keputih, TBM Kelurahan Kejawan Putih Tambak, TBM Rusunawa Keputih, TBM RW 4 Kejawan Putih Tambak, dan TBM RW 1 Gebang Putih. Tim pengabdi yang terdiri dari dosen, karyawan, mahasiswa lintas departemen di ITS melakukan pendampingan literasi kepada sekitar 100 anak usia 7-12 tahun.

Menurut Setiawan, kampung Literasi ITS ini menekankan pada pembudayaan membaca nyaring. Hal ini dilakukan untuk membuat kegiatan yang menyenangkan guna melatih kebiasaan mendengar pada anak, meningkatkan kejelasan pelafalan membaca, sekaligus membangun interaksi antar kedua pihak.

Alih Citra Kawasan Eks Lokalisasi Dolly

Desain wisma Barbara sebagai salah satu ikon di Dolly

Sementara itu, pada ring dua, ITS menjalankan bentuk tanggung jawab sosialnya dengan mendesain kawasan eks-lokalisasi Dolly yang akan segera ditindaklanjuti bersama Pemerintah Kota Surabaya. Proyek desain yang baru saja rampung di tahun 2019 ini adalah salah satu upaya untuk menarik orang datang ke Dolly. “Meskipun produk usaha masyarakat eks lokalisasi sudah bagus, diperlukan adanya daya tarik lain yang membuat pelancong bersedia tinggal lebih lama, yakni dengan daya tarik arsitektur,” ungkap Setiawan.

Lebih lanjut, Setiawan menjelaskan selain mendesain kawasan ini, ITS juga berperan dalam pengembangan UMKM masyarakat. Hal ini tampak pada produk minuman dari rumput laut yang bernana Orumy, Dulunya, produk asli masyarakat ini hanya tersedia di botol bekas aqua besar tanpa logo atau deskripsi apapun. Dari sini, tim ITS membantu mendesain kemasan guna menarik perhatian pembeli, mulai dari kemasan yang menarik mata hingga adanya komposisi dari hasil uji laboratorium untuk jaminan keamanannya. Selain desain, ITS juga membantu UMKM dalam penyediaan teknologi, seperti alat pengeringan samijali. Dengan adanya alat ini, masyarakat dapat melakukan proses pengeringan yang lebih cepat dan lebih berkualitas tanpa bergantung pada cuaca.

Kemasan baru Orumy yang lebih menarik perhatian konsumen.

Adapun produk yang sedang ITS kembangkan sekarang adalah turunan dari batik. Jika biasanya hasil batik di Dolly hanya berupa kain, maka ITS ingin mengekspansi produksi menjadi souvenir corporate. Souvenir ini berupa tas, buku catatan, pulpen, kotak pensil, name-tag, dan produk kantor lain yang terbuat dari kain batik. Adanya pengembangan produk turunan batik ini dapat meningkatkan nilai jual dari produk jika dibandingkan dengan hanya menjual kainnya saja. “Untuk mendukung program ini, ITS juga bersedia menjadi mitra langsung dan menjadi jembatan bagi masyarakat Dolly untuk bekerjasama dengan perusahaan lain,” ujar Kepala PDPM itu.

Selain dalam bidang ekonomi, ITS ternyata juga berkontribusi dalam pemberdayaan anak-anak eks-lokalisasi dengan membangun Kampung Literasi. Buku pertama yang dihasilkan dari Kampung Literasi Dolly pada tahun 2017 berjudul Potret Dolly ≠ Potret Surabaya yang berisikan imajinasi dari anak-anak. Kemudian pada tahun 2018, komunitas ini menghasilkan buku kedua yang berjudul Dolly juga Surabaya. Berbeda dengan sebelumnya, yang ditulis kali ini merupakan ungkapan perasaan anak-anak akibat adanya ‘stempel’ yang negatif dari masyarakat karena tinggal di Dolly.

Program ini diadakan karena anak-anak yang kurang beruntung juga mempunyai hak yang sama untuk belajar dan mendapatkan literasi dengan baik. Selain itu, Kampung Literasi ini telah mendapat pengakuan dari Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Ke depan, ITS berencana aplikasi khusus karya dari komunitas ini, seperti ilustrasi dan tulisan. Sehingga anak-anak bisa membaca melalui gawai mereka masing-masing. 

Program-program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan kampus teknik ITS ini menjadi bukti bahwa selain piawai dalam teknologi, ITS juga mampu melakukan pengabdian melalui pendekatan sosial. Diharapakan, kegiatan ini dapat terus berlanjut dan dapat memberi manfaat bagi masyarakat. (mia/hen)

Berita Terkait