ITS News

Kamis, 18 April 2024
11 November 2019, 15:11

Tiga Tanggal Bersejarah di Balik Peristiwa Sepuluh November

Oleh : itsjev | | Source : ITS Online

Dr Darmaji SSi MT ketika berbicara di hadapan mahasiswa ITS

Kampus ITS, ITS News Sesaknya Taman Makam Pahlawan (TMP) 10 Nopember pada Aksi Sepuluh Nopember (ASN) oleh mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Minggu (10/11) lalu, membuktikan bahwa sepuluh November merupakan momen sakral. Melawan dinginnya malam, mereka gelar aksi tersebut sebagai peringatan akan Hari Pahlawan dan peristiwa di baliknya.

Berbicara mengenai peristiwa sepuluh November, kebanyakan orang mengartikannya sebagai hari di mana penduduk Surabaya dan sekitarnya memukul mundur Belanda yang waktu itu berniat mengambil alih kota Surabaya. Namun, pergerakan itu tidak serta-merta muncul tanpa adanya seruan-seruan perjuangan. Hal tersebut disampaikan oleh Dr Darmaji SSi MT, Direktur Kemahasiswaan ITS yang turut hadir dalam aksi tersebut. 

Darmaji menjelaskan, selain peristiwa tersebut ada tiga peristiwa lain yang berperan penting dalam sejarah pergerakan bangsa Indonesia. “Yang kita peringati hari ini (peristiwa sepuluh November, red) adalah suatu akibat yang pasti memiliki sebab-sebab yang mendasari dan melatarbelakanginya,” tegas Darmaji dengan suara menggelora.

Tanggal pertama yang dibicarakan oleh Darmaji adalah 17 Agustus 1945, yaitu tanggal di mana kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Lanjut Darmaji, pada era itu, tak semua negara secara de jure (hukum) mengakui kemerdekaan Indonesia. “Mereka (negara-negara lain, red) menyebut kita (Indonesia, red) sebagai negara boneka bentukan Jepang. Dan mirisnya masyarakat internasional mempercayai itu,” ujar pria kelahiran Lamongan tersebut.

Darmaji menyebutkan bahwa pernyataan terang-terangan Belanda yang menyebutkan bahwa kemerdekaan Indonesia hanyalah skenario dari Jepang semakin menusuk rakyat Indonesia kala itu. “Sungguh perjuangan yang berat. Dengan susah payah Indonesia membuktikan kelayakannya sebagai negara merdeka, namun tak ada yang mengakuinya,” imbuh alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.

Bersinggungan dengan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus tadi, Darmaji menyambung dengan ulasan peristiwa kedatangan Pemerintah Sipil Hindia Belanda atau Nederlandsch Indië Civiele Administratie (NICA) yang membonceng tentara Sekutu ke Indonesia pada sembilan Oktober. 

Dosen Departemen Matematika itu memaparkan bagaimana pihak Belanda berusaha menguasai Indonesia kembali. Kedatangan ini tentu saja menuai kecaman dari penduduk Surabaya. “Ketika NICA datang, langsung saja muncul beribu penolakan datang dari arek-arek Suroboyo,” tutur Darmaji sambil mengepalkan tangan menunjukkan kehebatan penduduk Surabaya waktu itu.

Sambil mengepalkan tangan, Dr Darmaji SSi MT menyerukan kehebatan penduduk Surabaya

Dari kedatangan NICA tadi, kata Darmaji, muncul dorongan para pemuka agama untuk mendeklarasikan Resolusi Jihad, yaitu sebuah pernyataan yang mengumandangkan bahwa membela tanah air atau Republik Indonesia adalah sebuah kewajiban bagi yang harus dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Relosusi Jihad sebagai buah pemikiran tersebut, tercetus pada tanggal 22 Oktober 1945 dan terbukti mampu membakar semangat pertempuran penduduk Surabaya pada masa itu. “Setidaknya 60 juta orang tergerak hatinya untuk bertempur tanpa meragukan jiwa, mati ya sudah, nyawa hilang ya sudah,” papar Ketua Tim Pembina Kerohanian Islam (TPKI) ITS dalam orasinya.

Lantas, sebagai tonggak sejarah pergerakan sepuluh November, Bung Tomo yang begitu menggelegar menyuarakan kata merdeka, mendorong arek-arek Suroboyo untuk mengusir Belanda dengan perlawanan di Hotel Yamato pada sepuluh November, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan.

Pada akhir orasinya, Darmaji memberikan wejangan bagi mahasiswa ITS untuk senantiasa mengingat sejarah tersebut, dan menjadikannya sebagai pemantik untuk melaksanakan kewajiban sebagai mahasiswa. “Ciptakanlah sejarah, tanpa melupakan sejarah,” pungkasnya. (jev/rur)

Berita Terkait