ITS News

Sabtu, 18 Mei 2024
07 Oktober 2019, 02:10

Manfaatkan Larva Lalat untuk Kurangi Sampah

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

Dari kiri : Ir Eddy S Soerdjono DipISE MSc PhD (ITS), Prof Djoko Santoso (ITB), Dr Toong-Khuan Chan (The University of Melbourne, Australia), Mr. Bram Dortmans (EAWAG, Switzerland) saat menjadi pembicara dalam seminar

Kampus ITS, ITS News — Akibat kegiatan konsumsi dan produksi yang tidak bertanggung jawab, Indonesia memasok sampah organik sebanyak 63 persen setiap tahun. Guna mengurangi jumlah tersebut, alternatif pemanfaatan larva lalat untuk mengurangi jumlah sampah dikenalkan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui International Conference on Civil, Environmental, and Geo Engineering yang berlangsung dua hari, hingga Rabu (2/10).

Bram Dortmans dalam konferensi yang diadakan Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan dan Kebumian ITS ini menyebutkan, mengurangi pemakain, daur ulang, penimbunan dan pembakaran menjadi solusi permasalahan sampah di Indonesia. Terlebih, pembakaran masih menjadi pilihan utama dari masyarakat. “Pembakaran bukanlah solusi, masih ada cara lain yang lebih baik, seperti melakukan daur ulang,” ujarnya.

Lebih lanjut, project manager dari Eidgenössische Anstalt für Wasserversorgung, Abwasserreinigung und Gewässerschutz (EAWAG) ini menyayangkan daur ulang sampah organik masih jarang dilakukan di daerah berpendapatan rendah dan menengah. “Padahal sampah organik menjadi kontributor terbesar dari sampah perkotaan,” tambah Bram.

Melalui proyek From Organic Waste to Recycling for Development (Forward) di wilayah Sidoarjo,  ia menawarkan solusi untuk mengatasi peningkatan jumlah sampah. Caranya, dengan memanfaatkan sampah organik sebagai makanan larva lalat. “Tak hanya mengurangi sampah, hal ini juga berguna untuk menghentikan penyebaran bakteri seperti Salmonella spp,” ujar alumni Swedish University of Agricultural Sciences ini.

Mr Bram Dortman memperkenalkan diri dan institusinya

Lanjutnya, Forward memanfaatkan siklus hidup alami jenis lalat tentara hitam dan iklim hangat di Indonesia yang cocok untuk pertumbuhannya.Makanan lalat sendiri dibuat dengan memotong kecil sampah organik yang sudah dikumpulkan. Selanjutnya, menyesuaikan kadar air hingga mencapai 70 persen. “Setelah itu, baru kita masukkan ke dalam kontainer diiringi larva lalat,” tambah pria yang mengambil fokus studi pembangunan berkelanjutan ini. 

Setelah 12 hari, larva lalat diambil, sehingga menyisakan residu dalam kontainer. Residu tersebut dapat dijadikan kompos maupun diproduksi menjadi biogas. Kemudian, larva yang baru dipanen diproses dengan bahan lain untuk membuat makanan ternak. “Tujuan kami tidak sebatas mengatasi banyaknya sampah organik di Surabaya, tetapi juga menghasilkan produk yang memiliki nilai jual,” tutur Bram Dortmans. (ion5/hen)

Berita Terkait