ITS News

Kamis, 25 April 2024
13 Februari 2019, 16:02

ITS Wadahi Diskusi Gempa Lombok Bersama Para Pakar

Oleh : itsmis | | Source : -

Suasana diskusi pembelajaran gempa bumi Lombok di Ruang Sidang Rektorat ITS

Kampus ITS, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ditunjuk oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana (Pusdiklat PB) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai tuan rumah dalam diskusi penerbitan buku pembelajaran gempa bumi lombok. Gelaran tersebut dihadiri langsung oleh para pakar untuk memaparkan hasil temuannya selama di lapangan, Selasa (4/2).

Menilik kembali kejadian gempa bumi Lombok tahun 2018 silam, diperoleh hasil bahwa ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan dalam penanganan kebencanaan. Hal ini mengingat sering terjadinya ketidaksinkronan antara data di lapangan dengan data yang muncul di media. Sehingga proses pengambilan keputusan menjadi tidak tepat sasaran.

Dalam diskusi ini, pakar Manajemen dan Rekayasa Konstruksi asal Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Dr Ir Krishna Suryanto menjelaskan, Pusdiklat PB mencoba bekerja sama dengan para pakar dan United States Agency for International Development (USAID) dalam program TATS (Technical Assistance through Training Teams) untuk menghasilkan sebuah karya pembelajaran terkait gempa.

Menurut pria yang akrab disapa Krishna ini, dampak bencana terhadap tingkat kelumpuhan pemerintahan di beberapa daerah memiliki karakteristik yang beragam. Hal ini berdampak langsung terhadap kemampuan masing-masing daerah dalam pengendalian operasi penanganan darurat bencana itu sendiri. Untuk itu, diperlukan bantuan dari para pakar untuk turun tangan dalam melakukan riset bencana di lombok.

Berdasarkan paparan dari beberapa pakar yang ada, diketahui bahwa terdapat tiga permasalahan utama yang harus dipertimbangkan ketika menangani suatu bencana, antara lain penetapan status keadaan darurat, penanganan darurat logistik dan bantuan, serta manajemen informasi kebencanaan. “Sering kali pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam menangani aspek tersebut belum mampu melaksanakan tugasnya dengan maksimal,” selorohnya.

Ia menambahkan bahwa dalam menentukan sikap, status tanggap darurat menjadi hal yang pertama dilihat. Banyak yang belum memahami perbedaan antara status dan tanggap. Status adalah kondisi yang ada dan tanggap lebih ke arah operasional teknis penanganannya. Hal tersebut akan berkaitan dengan pengambilan keputusan baik untuk keperluan logistik maupun pendirian posko. “Membuat status ini simpel, tetapi arti dari penetapan status menjadi penting. Tanpa adanya kejelasan status penanganan darurat, terutama langkah-langkah yang akan diambil setelahnya memicu pembuatan status menjadi kurang berarti,” jelasnya.

Disamping itu, diketahui bahwa Dinas Komunikasi dan Informasi Nusa Tenggara Barat memiliki pengetahuan kebencanaan yang sangat minim dan belum pernah mendapatkan pelatihan kebencanaan maupun manajemen informasi kebencanaan. Untungnya, penyebaran informasi yang dilakukan saat itu terbilang cukup efektif melalui penggunaan website dan sosial media. “Kedepannya, lebih baik dibuatkan suatu sistem informasi terpadu yang menangani kedaruratan baik untuk kebutuhan SAR, lokasi, dan kebutuhan pengungsian,” tambahnya.

Penetapan status tanggap darurat dan pendataan informasi akan mempengaruhi proses penyebaran logistik. Hal yang mendasari kurang terdistribusinya logistik sendiri dikarenakan minimnya alat transportasi yang ada. Medan yang dilalui seringkali cukup sulit akibat lumpuhnya beberapa infrastruktur, sehingga tidak dapat ditembus oleh kendaraan besar, sehingga membutuhkan unit-unit kendaraan kecil dan komunitas yang ada untuk mempercepat proses pendistribusian. “Kami sering mendapati bahwa sering tidak ada informasi yang akurat terkait jumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pengungsi,” ujar guru besar Institut Teknologi Bandung tersebut.

Hasil diskusi dalam kegiatan ini rencananya akan dirumuskan menjadi rekomendasi dan dirangkum ke dalam sebuah buku pembelajaran gempa bumi. Diharapkan nantinya buku tersebut dapat menjadi pedoman dalam pengendalian operasional yang terintegrasi dalam satu satuan sistem komando. Sehingga pencapaian dan keberhasilan dalam tanggap darurat secara umum dan khusus dapat lebih ditingkatkan. “Kami (BNPB, red) disini juga akan mendaulat ITS dalam rangka penelitian gempa bumi Palu dan Selat Sunda kedepannya,” tandasnya. (bel/qi)

Prof Dr Ir Krishna Suryanto saat memaparkan hasil temuan para peneliti gempa bumi Lombok

Berita Terkait