ITS News

Senin, 14 Oktober 2024
22 November 2018, 22:11

Upaya Menurunkan Angka Kehilangan Air PDAM

Oleh : itsmis | | Source : -

Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi PDAM Tirta Moedal Kota Semarang, Ir Heny Wijayanti MT saat menjelaskan mengenai pengelolaan kehilangan air pada Kuliah Tamu di Departemen Teknik Lingkungan ITS

Kampus ITS, ITS News – Kehilangan air merupakan salah satu masalah yang acap kali dialami oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Indonesia. Besarnya kerugian finansial akibat kehilangan air menjadi alasan kuat mengapa berbagai upaya harus dilakukan untuk menurunkan angka kehilangan air. Hal itu pula yang disampaikan oleh Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi PDAM Tirta Moedal Kota Semarang, Ir Heny Wijayanti MT pada Kuliah Tamu di Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Di awal pemaparannya, Heny mendefinisikan jumlah kehilangan air atau Non Revenue Water (NRW) sebagai jumlah air yang dikonsumsi secara tidak resmi atau tidak direkeningkan. Ia pun menjelaskan bahwa kehilangan air terdiri dari kehilangan yang disebabkan secara fisik (teknis) dan non fisik (administratif). Penyebab utama kehilangan air secara fisik, lanjutnya, disebabkan oleh kebocoran pipa dan limpahan tangki reservoir. Sedangkan kehilangan air non fisik disebabkan beberapa faktor. “Di antaranya konsumsi tak resmi, ketidakakuratan meter air, dan kesalahan penanganan data,” jelasnya.

Alumnus Departemen Teknik Lingkungan ITS tersebut juga mengatakan, hampir di setiap PDAM di Indonesia mengalami kehilangan air mulai dari kisaran 30 sampai 70 persen. Hal tersebut tentu mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit mengingat pengolahan airnya pun memerlukan biaya mulai dari bahan kimia, listrik, dan lain-lain. Selain itu, angka kehilangan air yang tinggi juga akan mempengaruhi suplai air bersih PDAM terhadap konsumen. “Semakin besar angka kehilangan air yang terjadi, maka kemampuan suplai air bersih PDAM semakin menurun karena PDAM akan terus merugi dari tahun ke tahun,” ungkapnya, Senin (19/11).

Selain itu, Heny juga menekankan, guna menangani permasalahan tersebut, setiap pelaku pengelola air harus mempunyai pola pikir untuk menyelamatkan kehilangan air daripada terus menambah kapasitas air. Menurut Heny, selain karena modal yang terus bertambah apabila menambah kapasitas air, adanya faktor kelestarian juga menjadi alasan yang tak kalah penting untuk disoroti.

Lebih lanjut, wanita berkacamata itu menjelaskan, pengendalian air dapat ditempuh melalui beberapa tahapan. Pertama yakni pembentukan tim pengendalian tingkat air, perencanaan program, pembentukkan Direct Memory Acces (DMA) atau alat pengendali, penyusunan neraca air dan perhitungan Infrastructure Leakage Index (ILI). Setelah itu dilakukan perhitungan Water Balance One (WB 1), WB2, WB3, menghitung WB akhir dan penyusunan ILI akhir program, menganalisis finansial, serta melakukan pelaporan.

Untuk melaksanakan langkah-langkah tersebut, ia menyebutkan, diperlukan adanya komitmen yang kuat dalam mengelola jumlah kehilangan air, indikasi NRW yang saat itu terjadi, target yang jelas, serta prioritas pengendalian NRW. Meski diakuinya hal tersebut bukanlah hal yang mudah, Heny optimistis bahwa jumlah kehilangan air dapat ditekan apabila adanya perbaikan, kolaborasi, dan komitmen dari berbagai pihak. “Tak hanya dari dukungan dari manajemen saja tetapi meliputi alokasi pendanaan, sumber daya manusia, produksi dan distribusi, operasi dan pemeliharaan serta hubungan dengan pelanggan,” pungkasnya. (jun/owi)

Berita Terkait