Mahasiswa Arsitektur ITS meraih penghargaan di UI.
Kampus ITS, ITS News –Ilmu arsitektur ternyata juga bisa dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan sosial. Seperti yang dilakukan tiga mahasiswa Departemen Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Melalui pendekatan arsitektur konseptual, mahasiswa ini menjawab permasalahan pemukiman imigran di Kota Gelsenkirchen, Jerman.
Konsep yang diberi nama S(h)elf Wall ini merupakan ide yang digawangi Adi Iman Wicaksono, Orphin Putra Gunawan, dan Fikri Sulaiman Kurnia Akbar. Konsep ini berupa rak buku di dinding yang membentang memisahkan wilayah tinggal warga asli Kota Gelsenkirchen dengan imigran yang menempati sebagian kawasan kota.
Ide ini bermula dari permasalahan antara warga lokal Jerman dengan imigran yang menempati kawasan yang dijuluki no-go zone. Kawasan tersebut dinamai no-go zone karena imigran yang kebanyakan berasal dari Turki dan Lebanon disana kini tumbuh bak penguasa penuh. “Bahkan tak jarang terjadi konflik antara kelompok imigran tersebut dengan pihak aparat keamanan,” ujar Fikri.
Fikri melanjutkan, di kawasan tersebut imigran yang awalnya hanya minoritas kini jadi mayoritas, menggeser penduduk asli kota tersebut. “Hal tersebut menjadikan no-go zone di Gelsenkirchen sebagai residual space, karena kawasan tersebut tidak memberi kebermanfaatan bagi masyarakat sekitarnya” tambahnya.
Fikri bersama dengan kedua kawannya, Adi Iman Wicaksono dan Orphin Putra Gunawan, kemudian melakukan observasi dan analisa. Dari hasil riset mereka, ternyata penduduk Jerman dan imigran masih hidup bersebelahan dalam satu kawasan, meski interaksi dan budaya diskusinya keduanya kurang. Hal tersebut mendorong konflik jika terjadi gesekan antar kedua kelompok.
Mereka juga menemukan fakta jika tingkat literasi di kalangan imigran tersebut masih sangat rendah. Dari fakta tersebut, Fikri dan kawannya melihat peluang untuk menyatukan kedua golongan melalui literasi.
Ketiga mahasiswa ini pun mengemas solusi mereka melalui pendekatan arsitektur berupa sebuah dinding buku yang membentang memisahkan penduduk Jerman dan para imigran. Dengan S(h)elf Wall, mereka berharap mampu meningkatkan interaksi dan diskusi kedua kelompok. “Sebab jika nantinya buku-buku di dinding tersebut terambil semua, maka batas dinding yang semula ada akan hilang. Begitu juga dengan hal yang membatasi mereka,” ujar mereka.
Jadi Jawara di Architecture Fair Universitas Indonesia
Walupun awalnya ada keraguan akan apa yang mereka telurkan, namun mereka tetap yakin dengan solusi mereka untuk kota Gelsenkirchen ini. Apalagi karya mereka mendapat pengakuan, dengan menjuarai kompetisi Architecture Fair Universitas Indonesia (AFAIR UI) 2018 beberapa waktu yang lalu.
Mereka memenangkan perlombaan ini dalam kategori Konseptual Architecture dengan topik kompetisi residual space. Konsep mereka dianggap unik karena tim ini memberi definisi yang lain dalam residual space.
Kebanyakan peserta menganggap residual space itu berupa tempat tak terurus seperti kolong jembatan ataupun gang sempit. Namun tim ini menilai no-go zone di Gelsenkirchen ini juga termasuk residual space. “Tidak memberi kebermanfaatan kepada masyarakat sekitarnya juga bisa membuat suatu kawasan menjadi residual space. Dan alhamdulillah konsep dan solusi kami dapat memenangkan kompetisi ini,” pungkasnya. (yok/gol)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
