ITS News

Rabu, 24 April 2024
20 Maret 2018, 06:03

Menelisik Unsur Feminisme di Dunia Arsitektur

Oleh : itsmis | | Source : -

Suasana diskusi feminisme di Departemen Arsitektur ITS.

Departemen Arsitektur ITS, ITS News –Di tengah kesibukan kuliah dan kegiatan lainnya, budaya diskusi masih diminati oleh mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Kali ini mahasiswa Departemen Arsitektur ITS mengadakan Diskusi Terbuka mengenai Feminism in Architecture, pada Jumat (16/03).

Diskusi ini mengundang pembicara sekaligus dosen dari Departemen Arsitektur ITS, Wahyu Setyawan ST MT. Acara yang banyak menyinggung perihal perempuan ini juga menarik perhatian mahasiswa dari Jurusan Tenik Arsitektur Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur. Topik tersebut alhasil menyita banyak peserta mahasiswi dari kampus ITS dan UPN.

Di awal diskusi disampaikan bahwa feminisme merupakan paham, kajian dan gerakan sosial untuk mengubah subordinat wanita di dalam lingkungan masyarakat yang sering mengutamakan pria. Feminisme disimbolkan sebagai unsur dari setiap wanita yang bisa dikenali lewat cirinya. Namun untuk ilmu arsitektur karakteristik feminisme masih sulit untuk diterka. “Saya sendiri masih belum bisa menjawab jika ditanya bagaimana arsitektur yang feminisme itu,” ungkap Wahyu pada peserta diskusi.

Lulusan Departemen Aritektur ITS tersebut menerangkan, feminisme tidak selalu dihubungkan dengan perempuan, terlebih dalam dunia arsitektur. Feminisme dalam karya arsitektur, sering kali ditafsirkan dengan bentuk-bentuk melengkung yang memilki kesan lemah lembut dan anggun.

Tak jarang, feminisme dalam arsitektur juga dikaitkan dengan gender dari seorang arsitek. Namun apakah seorang perempuan, termasuk arsitek, itu pasti feminim? “Ada arsitek perempuan yang karyanya tidak menggambarkan feminisme, sementara Le Corbusier, seorang arsitek Swiss ternama bergender pria mengaku dalam karya, Villa Stein de-Monzie, dia menggunakan pendekatan feminisme,” jelasn mantah Ketua Himpunan pertama Sthapati Arsitektur ITS.

“Lalu feminisme itu untuk wanita yang seperti apa, dan apakah arsitektur itu media yang pas untuk menunjukan feminisme?” tanya Adi Wicaksono, mahasiswa Departemen Arsitektur ITS dalam sesi diskusi.

Merespon pertanyaan tersebut, Wahyu menjelaskan, ada dua poin feminisme dalam arsitektur. Pertama equality yaitu kesetaraan hak antara pria dan wanita, yang menekankan bahwa wanita juga bisa. Dan yang kedua adalah difference, lebih mengarah pada konsep untuk mengakui sudut pandang dari sisi wanita. “Antara keduanya, difference-lah yang masih susah.” terangnya.

Kesetaraan antara wanita dengan pria sudah bisa dilihat dari dunia pendidikan arsitektur, dengan semakin banyaknya jumlah mahasiswi Di dunia profesi arsitek pun telah lahir arsitektir perempuan hebat, contohnya Zaha Hadid. Dia merupakan arsitek perempuan pertama peraih penghargaan Oscar dunia arsitektur, yaitu Pritzker Architecture Prize, pada tahun 2004.

Di akhir sesi diskusi terbuka ini, Wahyu mennyimpulkan bahwa sebenarnya feminisme itu adalah kebohongan belaka. Feminisme hanya merupakan kepentingan dari pihak-pihak sejak awal mempermasalahkannya. Dan dalam dunia arsitektur sendiri gaya feminim atau sebaliknya maskulin, tidak bisa dijelaskan secara gamblang. (yok/jel )

Berita Terkait