ITS News

Kamis, 18 April 2024
14 Desember 2017, 09:12

Think-Pair, Think-Share: Inovasi Pembelajaran BIPA di UPT Bahasa dan Budaya ITS

Oleh : choirul | | Source : -

UPT Bahasa dan Budaya ITS sebagai salah satu destinasi pembelajaran BIPA (Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing) terus melakukan inovasi untuk meningkatkan proses pembelajaran bahasa asing, terutama bahasa Indonesia. Inovasi tersebut dimaksudkan agar mahasiswa asing memiliki rasa senang dan enjoy mempelajari bahasa Indonesia. Rasa senang belajar tersebut diharapkan akan memberikan efek positive sehingga lebih meningkatkan motivasi belajar siswa.

Mengapa motivasi sangat diperlukan? Sudah terbukti dalam berbagai penelitian bahwa motivasi, walaupun bukan satu-satunya faktor, memiliki kontribusi yang besar dalam pencapaian prestasi seseorang. Motivasi adalah faktor pada level siswa (student level). Faktor lain yang tidak kalah penting dalam mengajar bahasa asing adalah strategi mengajar (teaching strategi). Strategi mengajar adalah faktor pada level pengajar (teacher level).

Baru-baru ini UPT Bahasa dan Budaya ITS menerapkan strategi Think-Pair, Think-Share (T-P-S). Untuk menerapkan sebuah strategi mengajar, pengajar juga harus memahami betul ‘what, why, how, where, when’ berkaitan dengan strategi mengajar yang akan diterapkannya. Apa T-P-S, mengapa menerapkan strategi tersebut, bagaimana menerapkannya, di mana diterapkannya, dan kapan bisa diterapkan. Inilah yang disebut ‘teacher readiness’ (kesiapan pengajar). Selain itu pengajar juga harus sudah memikirkan materi apa yang bisa diajarkan dengan strategi mengajar tersebut. Hal ini disebut material readiness. Jadi teacher readiness dan material readiness adalah dua hal yang patut dipertimbangkan dalam menerapkan sebuah strategi mengajar.

Apakah T-P-S?
T-P-S adalah sebuah teknik mengajar yang di desain untuk memotivasi siswa untuk berbagi ide, topik dan mendiskusikannya. Teknik ini dilakukan secara berpasangan, bahkan bisa bergroup. Berdasarkan pengalaman, teknik ini akan lebih mudah dan mengena, kalau pengajar sudah memiliki structured planning. Jadi langkah-langkah dan tahapan yang dilalui akan lebih jelas, karena terlihat siap jalan. Pada sebuah materi tentang penggunaan kata tanya ‘Berapa’ dan ‘Apakah’, UPT Bahasa dan Budaya ITS menggunakan strategi T-P-S. Setelah mendapatkan pembekalan yang cukup di dalam kelas, dengan membuat banyak contoh penggunaan kata tanya berapa dan apakah, dan siswa merasa percaya diri untuk belajar mandiri, para siswa diajak keluar kelas untuk memanfaatkan outdoor learning. Tentu saja fasilitas untuk outdoor learning sudah disiapkan terlebih dahulu (sudah ada, sudah memiliki).

Keuntungan Strategi T-P-S

1. Meningkatkan Perbendaharaan Kata

Tujuan siswa melakukan outdoor learning, tidak hanya untuk memberikan nuansa pembelajaran yang berbeda, tetapi lebih konkretnya untuk memberikan siswa belajar bahasa secara langsung pada natural setting. Berbasis pada penelitian, belajar langsung pada natural setting mempercepat penguasaan pembelajaran bahasa asing. Hal ini dilakukan untuk memberi siswa kesempatan melihat langsung benda-benda yang ada di depannya, sehingga akan menambah kosa kata mereka dalam bahasa Indonesia. Mereka akan mengenal kata-kata baru dengan cara bertanya langsung pada pengajar atau pada orang lain yang ada di area tersebut.

2. Meningkatkan Ketrampilan Menulis

Mereka menulis kata-kata benda dengan berkeliling dan berjalan-jalan di taman, parkiran, kantin, duduk-duduk sambil berpikir dan menulisdi gazebo-gazebo di sekitar UPT Bahasa dan Budaya ITS, sambil membuat kalimat dengan cara menggabungkan antara kata tanya berapa dan apakah dan mengembangkannya dengan kata-kata benda yang mereka ketahui. Dengan tugas yang diberikan, berbekal perbendaharaan kata-kata yang ada di depan matanya, mereka ternyata mampu membuat kalimat masing-masing siswa 10 kalimat untuk setiap kata tanya berapa dan apakah. Mereka merasa senang.

Dalam strategi mengajar seperti ini, tugas pengajar adalah sebagai fasilitator, berkeliling, mengamati, bahkan bertanya apakah ada kesulitan. Pastikan bahwa siswa merasa dekat dengan pengajar, dengan demikian siswa merasa bagian dari proses. Pengajar memberi kail, siswa mengembangkannya dengan bekal kail tersebut sehingga membantu mahasiswa menjadi lebih percaya diri dan mandiri.

3. Melatih Keahlian Berbicara

Setelah masing-masing siswa membuat 10 kalimat, siswa berdiri berhadapan, berpasangan dua-dua, masing-masing siswa memberikan pertanyaan berdasarkan kalimat yang mereka buat, dan pasangannya harus menjawab pertanyaan tersebut secara masuk akal. Misalnya, ‘Jam berapa Elenora bangun pagi?’. Siswa harus menjawab dengan jawaban masuk akal tanpa bertanya pada orang yang bernama Elenora. Mereka melakukannya bergantian. Targetnya adalah bisa berbicara dalam bahasa Indonesia. Dengan dibawa keluar kelas, ternyata mereka mengamati tidak hanya benda-benda yang ada di depan mata mereka, mereka juga mengamati orang-orang di sekitarnya, dan bahkan juga pengajarnya, dan ditulis dalam sebuah kalimat. Misalnya, berapa ukuran sepatu bu Ratna, tahun berapa bu Ratna menikah? Apakah bu Ratna sudah makan siang? Hal-hal seperti ini membuat suasana semakin menyenangkan.

Dengan teknik seperti itu, kalau dikalkulasi, setiap siswa sudah menulis 20 kalimat, dan berbicara (bertanya dan menjawab) dalam kalimat sebanyak 40 kali. Kalau ada 20 siswa, sudah berapa banyak kalimat dalam bahasa Indonesia yang ditulis dan diucapkan dalam waktu kurang dari satu jam?

Ke depannya, pembelajaran bahasa harus dibuat lebih dinamis. Dengan demikian belajar bahasa akan menjadi suatu aktifitas yang menyenangkan sekaligus memiliki manfaat yang tinggi.

Penulis: Ratna Rintaningrum, MEd., PhD, Kepala UPT Bahasa dan Budaya ITS

 

Berita Terkait