Dalam Kelas Inspirasi Kebumian pada Sabtu (15/4) tersebut, terdapat dua materi kebencanaan yang diberikan. Materi tersebut adalah bencana gempa dan tanah longsor. Kondisi Desa Galengdowo yang rawan terhadap gempa dan longsor membuat materi ini dirasa penting untuk disampaikan sejak dini. "Dua atau tiga tahun lalu desa ini pernah diguncang gempa. Ketika anak-anak ditanyakan apa yang mereka lakukan saat itu, jawaban mereka cuma lari," ujar salah satu tim pengajar, Maulana Hutama.
Untuk menjelaskan kondisi gempa bumi, Maulana menjelaskan tim pengajar menggunakan alat peraga toples yang diisi pasir. Dengan alat tersebut para pengajar mengajarkan kondisi likuifaksi, kondisi dimana tanah mengalami penurunan daya tanah. "Kami perlihatkan pada mereka kondisi tanah saat gempa itu seperti apa," terang Maulana.
Selain penjelasan secara teori, para pengajar juga turut menjelaskan cara siaga menangani gempa bumi. Melalui simulai, siswa SD diajarkan untuk melakukan tindakan pertama saat terjadi gempa bumi. Diselingi dengan canda tawa, para siswa SD teratur mengikuti arahan pengajar untuk berlindung dibawah meja atau lari ke lapangan dengan melindungi kepala menggunakan tas.
Hal yang sama juga dilakukan dalam penyampaian materi longsor. Ketua departemen pengabdian masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika (HMTG), Novritsa Zulfikar mengatakan materi longsor yang diberikan merupakan lanjutan dari tahun sebelumnya. "Tahun lalu cuma perkenalan, sekarang kita ingin menjelaskan lebih detail tentang kondisi longsor dan cara mengatasinya" ujar Novritsa.
Novritsa menjelaskan dalam materi ini timnya menjelaskan kondisi longsor menggunakan alat peraga berupa pasir pada bidang miring. Diatas pasir tersebut ia meletakkan gabus yang diibaratkan sebagai material yang akan dibawa oleh tanah longsor.
Selain itu, peragaan kedua dilengkapi dengan menancapkan potongan kayu yang diibaratkan sebagai pohon. Peragaan ini menjelaskan kondisi tanah berpohon maupun tidak berpohon.
"Kami juga perlihatkan bahwa pohon-pohon tersebut akan menahan material yang dibawa longsor. Dari peragaan, kami sekaligus ingin menjelaskan pentingnya menanam dan merawat pohon," ucap mahasiswa semester enam tersebut.
Selain itu para mahasiswa ITS juga menjelaskan tentang tindakan-tindakan yang harus dilakukan saat bencana alam terjadi. Walaupun sempat kesulitan untuk membuat suasana kondusif, namun para pengajar berhasil membuat siswa SD memahami materi yang mereka sampaikan. Hal ini terbukti dari antusiasnya siswa SD tersebut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan pengajar saat didalam kelas.
Kini Novritsa pun berharap hal yang disampaikan oleh rekan-rekannya berguna bagi siswa SD di Desa Galengdowo. Menurutnya penting untuk mengetahui tindakan apa yang harus mereka lakukan ketika terjadi bencana alam sejak dini. "Semoga setelah hari ini mereka bisa lebih siap dan bisa menjaga diri serta keluarga apabila suatu saat terjadi bencana alam" tutup Novritsa. (mik/ven)
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,
Surabaya, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memperkuat perannya dalam mendorong pendidikan berkelanjutan melalui audiensi bersama Dinas
Kampus ITS, ITS News — Apresiasi mahasiswa yang aktif berorganisasi, Lembaga Pengelola Dana Abadi (LPDA) Institut Teknologi Sepuluh