Mahasiswa yang akrab disapa Cita ini belajar di dua kota selama di Turki. Adalah kota kota Antalaya dan Istanbul yang menjadi persinggahannya. Selama dua pekan pada Januari silam, Cita banyak belajar seputar seni dan budaya yang terdapat di Turki. Menurutnya negara yang terkenal dengan Hugo Sophianya ini memiliki nilai lebih tersendiri dibidang seni karena memiliki perpaduan yang unik antara budaya Asia dan Eropa.
"Karena letak geografisnya yang berada di antara Asia dan Eropa, nilai-nilai budaya yang ada di Turki pun berasal dari perpaduan diantara keduanya" ujar mahasiswa Departemen Desain Interior tersebut.
Lebih lanjut, Cita mengatakan pengaruh posisi di antara dua benua tersebut juga mempengaruhi karakter masyarakat Turki. Hal ini dirasakan sendiri oleh Cita yang memiliki dosen yang sangat menjunjung nilai sosial khas orang Asia, serta tidak suka basa-basi seperti kebanyakan orang Eropa. "Contohnya kalau lagi diskusi, dosennya tidak terlalu suka jawaban yang panjang lebar seperti kebanyakan orang Eropa, namun disisi lain beliau sangat apresiatif layaknya orang Asia" kenang Cita.
Cita menceritakan selama belajar di Istanbul dan Antalaya para mahasiswa diajak berkeliling ke beberapa museum, seperti Elgzi Museum dan Antalya Muzi. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari program belajar selama disana, dimana mahasiswa diajak untuk melihat seni dan budaya Turki. Mahasiswa semester delapan ini pun dibuat kagum dengan canggihnya teknologi dan kekayaan budaya yang dimiliki bekas negara kerajaan otonom tersebut.
"Setiap pengunjung dibekali gadget dari pihak museum. Jadi nanti setiap objek di museum memiliki semacam barcode, nantinya pengunjung tinggal mengarahkan gadget kearah codebar tersebut lalu muncul informasi mengenai objek yang kita lihat," kenang Cita.
Selain itu Cita menjelaskan terdapat beberapa perbedaan seni di Indonesia dan Turki. Menurut yang dipelajari Cita, umumnya di Turki karya seni menggunakan warna hijau, biru, ungu gelap, serta hitam. Hal ini dikarenakan warna-warna tersebut merupakan hal yang paling sering dijumpai bila berada di Turki. "Kalau di Indonesia yang sering kita lihat adalah pohon dan daun, sehingga tidak heran batik Indonesia umumnya berwarna coklat. Hal ini juga berlaku di Turki" ujar mahasiswa asal kediri tersebut.
Walaupun sangat menikmati perjalanannya di Turki, Cita mengaku sempat terkendala oleh perbedaan bahasa yang digunakan. Masyarakat Turki menggunakan bahasa Turki sebagai bahasa sehari-hari. Hal ini sempat membuat Cita yang hanya bermodal bahasa Inggris merasa kesulitan dalam berkomunikasi.
"Ya setidaknya saya belajar kalau mau pergi ke suatu negara, kamu tidak cukup cuma bermodal bahasa inggris. Kamu juga harus bisa bahasa negara setempat" ujar Cita yang selama di Turki mengaku banyak mengandalkan aplikasi penerjemah untuk mengatasi kendala komunikasi yang dihadapinya. (mik/ven)