Dikatakan Madi, dalam kompetisi tahunan itu, ia dan teman temannya mengunggulkan penelitian kapal yang dapat menghasilkan listrik. Hebatnya, listrik tersebut bersumber dari energi buangan yang dihasilkan propeler ketika kapal sedang berlayar di lautan.
Menurutnya, setidaknya terdapat 40 persen energi hilang yang dihasilkan propeler dalam bentuk sleap stream, aliran yang menjadi arah kapal. Energi hilang tersebut terbagi dalam tiga bagian yang terdiri dari aliran axial, gesekan, dan rotasi arus laut fortex.
Aliran listrik diperoleh dengan memasang turbin di antara propeler dan daun kemudi kapal. Energi tersebut ditangkap untuk menghasilkan energi listrik yang kemudian dapat digunakan sebagai penerangan bagi nelayan.
Dari berbagai perhitungan matematis yang dilakukan tim tersebut, Madi dan teman temannya menemukan listik yang dihasilkan mampu mencapai 25 KW. "Energi tersebut disimpan dalam genset yang dapat digunakan sebagai suplai listrik sebagai penerangan kapal maupun pendingin ikan," ujar mahasiswa Teknik Kelautan itu.
Turbin yang digunakan dalam prototype adalah jenis savonius vertical axis. Turbin ini memiliki efisiensi hampir 40 persen dan mampu menangkap sumber energi dalam bentuk aliran turbulen. Prototype yang telah dibuat ini telah diuji di laboratorium hidrodinamika dan terbukti mampu menghasilkan listrik.
Dikatakan Madi, dalam pembuatan kapal ini, kesulitan yang ia temukan adalah ketika mendesain kapal agar tetap seimbang. Adanya turbin tambahan ternyata membuat kapal tidak stabil. Hal ini cukup membuat ia kewalahan hingga akhirnya harus menambahkan sepatu kemudi di bagian bawah kapal.
Madi mengaku,sesungguhnya semua tim yang bersaing di finalis memiliki karya karya yang luar biasa. Meski demikian, Madi dan timnya berhasil keluar sebagai jawara utama "Karya UNY, IPB, maupun ITB sebenarnya sangat berpotensi dalam pengembangan lanjutan. Kami lolos sebagai juara utama karena kami memberikan presentasi yang all-out," pungkasnya. (ven/akh)
