Organisasi Mahasiswa (Ormawa) seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITS sering tidak bisa lepas dari yang namanya pergerakan. Pelajaran paling besar di BEM ITS, dikatakan mahasiswa Teknik Industri ini, bahwa pergerakan tidak bisa jika hanya digerakan oleh pihak BEM saja.
"Peran dari masing-masing himpunan, BEM Fakultas, hingga pribadi individu setiap mahasiswa mutlak diperlukan," jelasnya.
Tak hanya himpunan, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) ITS juga harus terlibat. Sebab Novangga meyakini bahwasanya perubahan bukan hanya tentang BEM ITS memberikan inovasi dengan berbagai program kerjanya. Misalnya mengacu pada Grand Desain Kaderisasi kebangsaan.
"Himpunan yang akan memengaruhi kondisi kepemimpinan kita. BEM ITS ke depan hanya bisa memberikan jalan ke teman-teman mahasiswa untuk bisa terlibat secara langsung dalam setiap kebijakan," ujarnya.
Contoh nyata seperti ketika digelarnya Pusat Kajian Strategis (Pukat). Pukat yang digadang-gadang dapat menjadi media mahasiswa untuk mengeksplor cara berpikir kritisnya malah sering tidak memenuhi batas minimum anggota forum. "Dan kita jadi mereka saling menerka. Salahnya dimana ya? Apakah terlalu banyak kajian, terlalu berat bahasannya, atau seperti apa?" tanya Novangga heran.
Banyak perubahan yang ingin bisa direalisasikan oleh mahasiswa asal Kota Gresik ini. Menyoal pengaderan, harapannya, ITS bisa membuat kaderisasi bersama selama satu tahun. Terlebih setelah disahkannya Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) baru di mana posisi BEM Fakultas menjadi lebih besar.
"Bisa jadi semangat berhimpun tingkat jurusan tidak lagi ada dan beralih ke tingkat fakultas. Jangan sampai adanya peraturan baru ini malah membatasi kita dalam soal peningkatan kualitas diri," katanya.
Terkait restrukturisasi fakultas baru tersebut pula, ia mengaku masih mengaji efisiensi dari BEM Fakultas dan Himpunan. Bisa jadi ketika fakultasnya berjumlah sembilan, ada wacana peran himpunan dikurangi. "Lebih-lebih, apakah himpunan masih diperlukan? Kuncinya ada di Mubes V," bebernya kepada ITS Online.
Naiknya status ITS menjadi PTNBH juga sudah dipikirkan oleh BEM ITS. Diskusi dengan Majelis Wali Amanat (MWA) dan Rektor ITS Prof Ir Joni Hermana MSc ES PhD pun sudah dilangsungkan menyoal perubahan-perubahan yang akan terjadi. Sebab, keterlibatan mahasiswa dalam pengambilan keputusan oleh MWA Wakil Mahasiswa (WM) sebagai corong informasi birokrasi kepada mahasiswa adalah mutlak diperlukan.
Komersialisasi Pendidikan
Dikatakan Novangga, hal yang paling ditakutkan oleh BEM ITS ketika ITS menjadi PTNBH adalah soal komersialisasi pendidikan. Kemungkinan pendapatan ITS bisa lebih fleksibel itu ada. Tapi, lanjutnya, kita juga takut akan ada ancaman yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas, istilah kasarnya adalah komersialisasi pendidikan. Namun kabar baiknya, lanjut Novangga, Rektor ITS sudah menjanjikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tidak akan naik setidaknya untuk tahun ini.
Berbicara mengenai prestasi dan pergerakan mahasiswa pun, Novangga berharap terus bisa fleksibel seperti sekarang. Ketakutan bahwa kegiatan mahasiswa bisa dikekang itu pasti ada. Oleh karenanya, informasi dan transparansi merupakan harga mati ketika ITS memutuskan menjadi PTN BH. "Fasilitas sedikit demi sedikit sudah lebih baik. Pelan tapi pasti. Jurusan pun jadi punya otonomi sendiri," ucap anak kedua dari dua bersaudara ini.
Satu Identitas
Mengantisipasi banyaknya perubahan, Novangga berpesan, agar mahasiswa ITS bisa memiliki satu identitas. Bukan hanya prestasi, bukan pula hanya pergerakan, tapi produk sebagai mahasiswanya itu sendiri. "Mahasiswa ITS harus menjunjung tinggi nilai keteknikan dan berpikiran terbuka tanpa melupakan esensinya sebagai mahasiswa," katanya.
"Saya merindukan mahasiswa ITS yang benar-benar suka kajian, suka mengkritsi, juga diskusi. Kita dididik bukan tidak untuk jadi buruh tapi mahasiswa harus bisa menyelesaikan persoalan bangsa," harapnya. Narasi-narasi inilah, timpal Novangga, yang harus diterapkan ke mahasiswa baru. Tentang bagaimana mahasiswa ITS mampu mengambil peran dalam pembangunan bangsa.(owi/hil)