ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
05 November 2016, 21:11

Semarakkan Hantaru, PWK Diskusi Tata Ruang

Oleh : Dadang ITS | | Source : -
Komunitas-komunitas yang hadir dalam seminar kali ini adalah komunitas nasional yang dikelola oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Mulai dari komunitas tata ruang seperti Komune Rakapare, Komunitas Peduli Agrarian, Komunitas Earth Hour, dan komunitas peduli lingkungan. Tampak juga Paguyuban Warga Strenkali Surabaya (PWSS) yang berfokus pada controlling sungai-sungai di Surabaya. 
Tak hanya itu, komunitas-komunitas sosial seperti komunitas Swayanaka, Gerakan Melukis Harapan (GMH), Indonesia Youth Meeting Movement (IYMM) pun turut hadir. "Acara ini ditujukan untuk KM (Keluarga Mahasiswa, red) ITS agar mereka mendapatkan pencerdasan terkait fenomena-fenomena tata ruang. Dan animonya cukup baik," ungkap Felicia Esterlita, ketua divisi Kastrat HMPL ITS. 
Dengan hadirnya komunitas-komunitas tersebut, ia berharap agar mahasiswa paham tentang tata ruang dan mampu memberikan solusi terkait penataan ruang. "Semoga pengetahuan peserta bertambah setelah diadakannya seminar dan FGD pada hari ini, karena konsep dari acara yang kita buat adalah transfer ilmu," ujarnya.
Terdapat enam pembicara dalam Seminar yang bertemakan Tata Ruang Berkeadilan tersebut. Lima diantaranya berasal dari komunitas yang hadir. Sedangkan salah satu lainnya merupakan dosen PWK.
Acara ini dinilai penting untuk meningkatkan rasa kepedulian. Terutama bagi mahasiswa untuk peduli terkait dengan penataan ruang. "Sangat penting untuk membantu membentuk pola pikir mahasiswa terkait tata ruang yang kondisinya semakin miris akhir-akhir ini" ujar Said, perwakilan dari PWSS. 
Sementara itu, Febryan Kiswanto, Manager Program Pemberdayaan GMH mengatakan, kota inklusif adalah kota yang berkeadilan bagi semua elemen yang ada di dalamnya. Perlu peran serta dari semua elemen pula dalam pewujudannya, termasuk mahasiswa. "Sebenarnya perwujudan kota inklusif ini sudah on track dari pihak pemerintah, tinggal kitanya aja bagaimana membawa alur perubahannya," tuturnya.
Hal senada juga dikatakan oleh Karina Pradinie ST MEng. Dosen PWK itu mengatakan, pembentuk kota inklusif itu tidak hanya tugas mahasiswa PWK, melainkan semua yang ada di dalam lingkup sebuah kota berkewajiban mewujudkannya.
"Kota inklusif bukan hanya sekedar kota yang berkeadilan, melainkan sebuah kota yang nyaman, layak, dan membuat penghuninya merasa aman dari ancaman apapun. Maka urgensi pewujudan inclusive city ini sangat tinggi," pungkasnya. (io6/guh)

Berita Terkait