Hal itu diungkapkan oleh Wakil Rektor IV ITS, Prof Dr Ir I Ketut Buda Artana MSc. Di bidang akademisi, Ketut mengatakan sulit bagi praktisi desain dalam melakukan riset dan kemudian mempublikasikannya. "Padahal kita butuh sekali banyak penelitian guna meningkatkan performa riset ITS," ucap ketut.
Ketika dikonfirmasi, Ketua Departemen Arsitektur ITS Ir I Gusti Ngurah Antaryama PhD membenarkan apa yang diutarakan Ketut. "Kecenderungannya iya. Ketika ranah desain seperti Arsitektur, Desain Produk dan Desain Interior, publikasi dalam bentuk artikel itu sulit," jawabnya. Hal ini karena bidang desain cenderung membuat prototype dan sulit memindahkannya ke tulisan.
Jika dijejerkan dengan departemen lain, Departemen Arsitektur mungkin akan berada di posisi 5 terakhir di ITS dalam hal publikasi riset. "Karenanya, kita terus berupaya mendorong mahasiswa maupun dosen untuk menuliskan apa yang mereka desain. Dosen dan mahasiswa pun bisa bekerjasama dengan dua luaran yakni dalam bentuk artikel dan desain," jelas pria berperawakan tinggi ini.
Kita, lanjut Ngurah, masih sering dipandang sebelah mata oleh orang. Dimana riset ilmiah lebih unggul dibanding desain. Misalnya soal Technopark. Riset di ITS masih belum banyak yang mengarah ke produk. "Dengan kurang lebih 15 riset per tahun dari beragam skema pembiayaan, bisa dibilang riset kita masih sedikit. Namun, kita punya peluang besar di industri kreatif, termasuk hilirisasi riset," ucapnya yakin. Beruntung karena cita-citanya selaras dengan naiknya status ITS menjadi PTNBH. ITS memiliki visi untuk membuat sebuah industri kreatif. Menurutnya ITS harus saling bahu membahu antar departemen dalam menyukseskan program ini seperti ungkap Ketut.
Salah satu usaha yang sudah dilakukan Jurusan Arsitektur untuk mendongkrak jumlah riset dalam bidang desain adalah Konferensi Internasional tahunan Architecture Research and Design (AR+CD) yang digelar ke delapan kalinya pada Selasa(1/11) lalu. "Dengan cara ini, semoga ada lebih banyak riset desain yang dihasilkan," pungkasnya. (owi/gol)