Sebagaimana telah disampaikan oleh Ir H Satya Widya Yudha M Sc di Grha Sepuluh Nopember, Sabtu (29/10), bahwa ketahanan berarti terpenuhinya ketersediaan (availability), kemampuan untuk membeli (affordability), adanya akses (accessibility), serta ramah lingkungan (environment friendly).
Sedangkan kemandirian berarti kemampuan negara dan bangsa untuk memanfaatkan keanekaragaman energinya. Pemanfaatan tersebut dibarengi dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat.
Adapun kedaulatan energi, yaitu hak negara dan bangsa secara mandiri menentukan kebijakan pengelolaan energi dalam mencapai ketahanan dan kemandirian energi. Dalam paparannya, pria lulusan Cranfield University ini mengungkapkan beberapa strategi yang tengah digodok oleh pemerintah untuk mendongkrak ketiga indikator tersebut dengan berimbang.
Pertama, dengan mengubah paradigma masyarakat yang melihat pengelolaan energi hanya sebagai komoditas untuk mencari uang. "Pendapatan dari sektor energi harus mulai didasarakan sebagai modal bagi pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
Strategi selanjutnya yakni dengan cara mengalihkan penggunaan energi dari minyak bumi ke gas alam. "Hal tersebut dikarenakan persediaan gas alam di Indonesia masih cukup, berbeda dengan minyak bumi yang tinggal sedikit," papar Yudha.
Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk mendorong konservasi energi dengan target elastisitas energi kurang dari satu pada tahun 2025. "Apresiasi seharusnya diberikan kepada industri-industri yang mulai menginisiasi untuk mengolah kembali limbah produksinya," sambung pria kelahiran kediri ini.
Strategi yang terakhir adalah dengan mempromosikan energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi menjadi sekitar 23 % pada tahun 2025 dan 31 % pada tahun 2050. "EBT menjadi penting untuk menjawab beberapa persoalan seperti rendahnya harga minyak," pungkas Yudha. (qi/oti)