Yudha, sapaan akrabnya, mengungkapkan Indonesia tidak akan bisa bertahan apabila hanya mengedepankan salah satu faktor tersebut. Artinya baik ketahanan, kedaulatan maupun kemandirian energi harus sama-sama dipacu perkembangannya.
Menurutnya, kedaulatan Indonesia di bidang energi dapat dilihat dari kontraknya dengan perusahaan asing. "Itulah mengapa sekarang ada wacana untuk mengganti sistem kontrak dengan sistem izin," sambung mantan Director of Federal Relations and Business Development untuk Atlantic Richfield Company (ARCO) ini.
Jebolan Jurusan Teknik Kelautan ITS ini menambahkan bahwa dengan diterapkannya sistem perizinan, pemerintah akan lebih dimudahkan dalam mengontrol regulasi supaya Indonesia tidak sampai dirugikan. "Hal ini karena saat kontrak berlangsung pun, pemerintah masih dapat turun tangan untuk melindungi kepentingan Indonesia," tegasnya.
Faktor kedua yakni kemandirian energi. "Mandiri? Saya secara pribadi tidak yakin, sebab LPG saja masih impor," celetuknya. Menurut Yudha, jika berbicara tentang kemandirian, seharusnya Indonesia tidak boleh impor lagi.
Pria yang merampungkan gelar masternya di Cranfield University United Kingdom ini mengungkapkan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memandirikan Indonesia adalah melalui pengembangan teknologi serta sumber daya manusia.
Faktor yang terakhir adalah ketahanan energi. Indikator dari negara yang baik tingkat ketahan energinya adalah adanya jaminan pasokan energi yang cukup, ada infrastruktur untuk mengolah pasokan tersebut dan yang ketiga adanya daya beli masyarakat untuk menikmati energi tersebut.
Faktor yang paling sulit untuk dicapai sebenarnya adalah kedaulatan energi. "Sebab saat berbicara tentang kedaulatan energi, kita harus mempertimbangkan masalah Ideologi, undang-undang dasar hingga bagaimana kita menempatkan negara terhadap seluruh kontrak yang tengah dikerjakan," terang pria kelahiran Kediri ini.
Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan ketahan energi nasional adalah pengalihan sumber energi dari minyak bumi ke gas alam. "Sebab persediaan gas alam di Indonesia masih cukup, berbeda dengan minyak bumi yang tinggal sedikit," papar Yudha.
Ia melanjutkan bahwa pemerintah akan terus bekerja keras untuk dapat membuat ketiga faktor tersebut seimbang. Karena ketiga faktor tersebut saling berkaitan. Misalnya saja ketika pemerintah ingin membuat ketahanan energi. Melakukan impor saja sebenarnya sudah cukup sebagai solusi.
Namun solusi tersebut memiliki sisi negatif. Impor memang bisa membuat harga energi lebih murah, namun impor akan membuat Indonesia tidak bisa mandiri. "Itulah mengapa sangat penting untuk menjaga keseimbangan ketiga faktor tersebut," terangnya. (qi/gol)
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,
Surabaya, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memperkuat perannya dalam mendorong pendidikan berkelanjutan melalui audiensi bersama Dinas
Kampus ITS, ITS News — Apresiasi mahasiswa yang aktif berorganisasi, Lembaga Pengelola Dana Abadi (LPDA) Institut Teknologi Sepuluh
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) secara resmi