Oleh : Dadang ITS |
284
|
Source : -
Dibesarkan di Banyuwangi, masa kecil Renny dihabiskan di laut bersama sang ayah yang berprofesi sebagai seorang pelaut. Ketika mulai beranjak dewasa, takdir mengharuskan ayahnya untuk menutup usia lebih awal. Gundah jelas dirasakan oleh Renny, apalagi jika ditanyai tentang memutuskan masa depan.
Semenjak itu pula, Renny tidak pernah berpikir untuk lanjut kuliah selepas lulus SMA. Menurutnya, kuliah akan menghabiskan banyak sekali uang, mengingat perekonomian keluarganya yang memburuk usai ayahnya tutup usia
"Jika dalam sebuah keluarga kehilangan pemimpin keluarga (ayah), maka berdampak pada ekonomi keluarga. Jika kehilangan Ibu, akan berdampak pada kasih sayang," kenang Renny.
Melihat kondisi tersebut, guru Renny menyarankannya untuk mengikuti seleksi undangan perguruan tinggi. Prestasinya di bidang akademik yang membuat sang guru yakin bahwa Renny bisa dan layak mendapatkan porsi undangan. Dengan dalih coba-coba, Renny pun menuruti saran dari gurunya. "Syaratnya mudah, yang dibutuhkan hanyalah mengirimkan nilai rapor," kenang Renny.
"Saat itu saya memilih jurusan Teknik Perkapalan ITS karena almarhum Ayah dulunya seorang pelaut," terang Renny. Saat itu, Renny berpikir bahwa Teknik Perkapalan akan banyak membahas tentang laut, bukan tentang kapal.
Tiba saat pengumuman kelulusan ketika akhirnya Renny diterima di jurusan Teknik Perkapalan ITS. Bukan bahagia yang dirinya rasakan, melainkan kebimbangan untuk memutuskan masa depannya.
"Setelah itu, saya dipanggil ITS dan ditawari program bidikmisi. Lalu saya harus menghadap petinggi-petinggi ITS untuk diwawancarai, rumah saya juga dikunjungi untuk membuktikan apakah pantas menerima beasiswa bidikmisi," jelas pria tiga bersaudara ini.
Renny akhirnya mendapatkan beasiswa bidikmisi sehingga tidak perlu membayar SPP untuk kuliah. Beban yang menghalanginya selama ini perlahan terangkat. Saat itu dirinya berjanji untuk bersungguh-sungguh dalam berkuliah.
Empat tahun berlalu, Renny membuktikan kesungguhannya. Terbukti dengan pemecahkan rekor IPK tertinggi, yaitu 3,90 selama jurusan Teknik Perkapalan didirikan.
Dengan prestasinya yang cukup cemerlang tersebut, kini Renny sudah bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang logistik di Indonesia. Ia lebih memilih untuk bekerja terlebih dahulu dibanding menerima tawaran lanjut pendidikan pascasarjana di luar negeri. "Sebenarnya ada dosen yang menawari untuk apply beasiswa S2 di Jepang. Tapi saya pilih bekerja dahulu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga," tutupnya. (yan/oti)