Dikatakan Endy Yudho Prasetyo ST MT, salah satu mentor workshop, peserta terlebih dahulu diberikan gambaran singkat bagaimana proses pencarian konteks. Tidak perlu jauh-jauh, ujar Endy, kita bisa melihat konteks dari sekeliling kita. "Makanya site (tapak, red) nya pun kita pilihkan adalah sekitar kampus ITS," ucap alumni SMAN 2 Surabaya ini.

Dengan waktu kurang lebih hanya 12 jam, peserta yang dibagi ke dalam beberapa kelompok diminta untuk langsung terjun ke lapangan. Diharapkan Endy, peserta dapat menelaah bagaimana kondisi sebenarnya dari tapak yang diberikan. "Konteks itu luas, peserta bebas mau melihat dari mana dan melalui pendekatan apa," terang pria berkacamata ini.

Salah seorang peserta workshop, Gilang Kusumawardana mengatakan, sebenarnya konteks merupakan sesuatu yang kerap ditemui oleh mahasiswa arsitektur. Bahkan, termasuk yang sering dibahas di perkuliahan tapi sayangnya sering terlupakan. Alasan itulah yang kemudian membuatnya tertarik mengikuti workshop yang tidak gratis ini.

"Kita ditantang untuk mencari konteks dalam kurun waktu kurang dari 24 jam dan itu menarik," ucap mantan Ketua Hima Sthapati ini.

Padahal menurutnya, seorang arsitek profesional pun membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menemukan konteks yang tepat. "Bukan sesuatu yang gampang, karena kita dituntut untuk menilik ke titik paling dalam dari sebuah permasalahan," jelas mahasiswa yang gemar bermain Dota itu.

Konteks yang didapat Gilang bersama grupnya berupa kecenderungan mahasiswa ITS yang tidak menggunakan jalur pejalan kaki dengan maksimal. Faktor suhu udara yang tinggi, buang-buang waktu, hingga rasa capai melatarbelakangi mengapa mahasiswa begitu jarang memanfaatkan fasilitas ini.

"Setelah dapat konteks, kita dapat masalah dan mencari solusi, tapi rupanya solusinya tidaklah benar-benar solutif. Itu berarti konteksnya masih belum tepat, di sinilah kita belajar," tukas Gilang. (owi/hil)